Jumat

Doa & cinta ku



Ya Allah...

Seandainya telah Engkau catatkan..

dia akan mejadi teman menapaki hidup..

Satukanlah hatinya dengan hatiku..

Titipkanlah kebahagiaan diantara kami..

Agar kemesraan itu abadi..

Dan ya Allah... ya Tuhanku yang Maha Mengasihi..

Seiringkanlah kami melayari hidup ini..

Ke tepian yang sejahtera dan abadi..


Tetapi ya Allah...

Seandainya telah Engkau takdirkan...

Dia bukan milikku...

Bawalah ia jauh dari pandanganku..

Luputkanlah ia dari ingatanku.....

Ambillah kebahagiaan ketika dia ada disisiku...


Dan peliharalah aku dari kekecewaan..

Serta ya Allah ya Tuhanku yang Maha Mengerti...

Berikanlah aku kekuatan...

Melontar bayangannya jauh ke dada langit..

Hilang bersama senja nan merah

Agarku bisa berbahagia walaupun tanpa bersama dengannya…


Dan ya Allah yang tercinta...

Gantikanlah yang telah hilang

Tumbuhkanlah kembali yang telah patah

Walaupun tidak sama dengan dirinya....


Ya Allah ya Tuhanku...

Pasrahkanlah aku dengan takdirMu..

Sesungguhnya apa yang telah Engkau takdirkan..

Adalah yang terbaik untukku..

Karena Engkau Maha Mengetahui..

Segala yang terbaik buat hambaMu ini..


Ya Allah...

Cukuplah Engkau saja yang menjadi pemeliharaku..

Di dunia dan di akhirat..

Dengarlah rintihan dari hambaMu yang daif ini..


----------------------------------------

Jangan Engkau biarkan aku sendirian..

Di dunia ini maupun di akhirat..

----------------------------------------


Menjuruskan aku ke arah kemaksiatan dan kemungkaran..

Maka kurniakanlah aku seorang pasangan yang beriman..

Supaya aku dan dia dapat membina kesejahteraan hidup..

Ke jalan yang Engkau ridhai..

Dan kurniakanlah padaku keturunan yang sholeh..& sholeha


Aamiin... Ya Rabbal 'alamiin

Rabu

nasehat indah untuk ISTRI (bagaimana memikat hati SUAMI )



1.Anda adalah sekuntum mawar yang sedang bersinar di rumah Anda. Buatlah disaat suami Anda masuk ke rumah, dia merasa bahwa kecantikan dan keharuman mawar tersebut, tidak bukan dan tidak lain hanyalah untuknya seorang.

2.Bagaimana caranya agar suami Anda itu bisa merasa damai dan nyaman, baik dengan perbuatan ataupun dengan kata-kata ? Hal itulah yang secara terus menerus Anda selalu usahakan untuk suami Anda. Untuk kesempurnaannya, lakukan itu dengan sepenuh jiwa.

3.Sopan dan penuh perhatianlah Anda ketika berbincang-bincang dan berdiskusi, jauhkanlah perdebatan dan sikap keras kepala untuk mengemukakan pendapat Anda.

4.Pahami kebenaran dan keindahan prinsip-prinsip Islam di balik kelebihan sang suami terhadap Anda selaku istri, yang memang terkait dengan kodrat seorang wanita, dan janganlah hal ini dianggap sebagai sesuatu yang dzolim (penindasan).

5.Lembutkanlah suara Anda ketika berbicara dengan sang suami dan pastikan suara Anda tidak meninggi pada saat dia bersama Anda.

6.Pastikan Anda bangun pada malam hari untuk melakukan sholat malam secara rutin, hal ini akan membawa kecerahan dan kebahagiaan pada perkawinan Anda, sungguh mengingat Allah Subhanahu wata'ala akan membawa ketenangan pada hati Anda.

7.Bersikaplah diam ketika suami Anda sedang marah dan jangan tidur kecuali dia mengijinkannya.

8.Berdirilah dekat suami Anda ketika dia sedang memakai baju dan sepatunya.

9.Buatlah suami Anda merasa bahwa Anda menginginkan sang suami untuk mengenakan baju yang Anda pilih buat dia, pilihlah pakaian itu oleh Anda sendiri.

10.Anda harus sensitif dan memahami kebutuhan suami Anda, untuk menjadikan pernikahan Anda menjadi yang terbaik tanpa menghabiskan waktu Anda.

11.Ketika ada perselisihan pendapat, hendaknya Anda tidak menunggu agar sang suami meminta ma’af kepada Anda (jangan jadikan hal ini sebagai prioritas utama harapan Anda) kecuali kalau suami Anda secara sadar mengakuinya.

12.Rawatlah penampilan dan pakaian suami Anda, biarpun kelihatannya suami Anda malas untuk merawat dan memakainya, tapi yakinlah bahwa dia akan menyukainya sebagaimana teman-temannya juga akan menyukainya.

13.Hendaknya Anda tidak selalu mengandalkan suami Anda untuk berkeinginan melakukan hubungan badan, sekali-kali Anda mulailah lebih dulu, tentu pada saat yang tepat.

14.Di malam hari, jadilah seperti pengantin baru buat suami Anda, janganlah Anda beranjak tidur lebih dulu dari sang suami, kecuali kalau dirasa sangat perlu.

15.Janganlah menunggu atau mengharapkan balasan dari semua perbuatan dan kebiasaan baik Anda, banyak suami karena kesibukan kerjanya, gampang melupakan untuk melakukan hal tersebut, atau secara tidak sengaja lupa untuk menyampaikan penghargaan yang semestinya kepada Anda.

16.Hendaknya berbuat sesuai dengan keadaan dan kemampuan keuangan yang ada, dan jangan meminta sesuatu yang berlebihan dan mahal.

17.Ketika suami Anda baru pulang dari perjalanan yang lama ataupun bepergian dari tempat yang jauh, sambutlah dia dengan wajah yang ceria dan tunjukkanlah bahwa Anda sangat merindukan kedatangannya.

18.Ingatlah selalu bahwa keberadaan sang suami adalah salah satu sarana mendekatkan diri Anda kepada Allah Subhanahu wata'ala.

19.Pastikan Anda untuk selalu memperbaharui dan merubah bentuk penampilan Anda, sebagai tanda dan ungkapan kasih Anda menyambut suami tercinta.

20.Ketika sang suami meminta sesuatu untuk melakukan hal-hal tertentu, maka pastikan Anda melakukannya dengan sigap dan sepenuh hati, jangan sampai Anda merasa enggan dan lamban.



                                                    karya Syekh Umar Bakri Muhammad,

meneladani AKHLAQ ROSULULLAH sholallahu alaihi wa sallam



Bismillaahirrokhmanirrokhiim....


" Allahumma sholli 'ala Muhammad wa 'ala Aali Muhammad
Kama Shollayta 'ala Ibrahiim wa 'ala Aali Ibrahiim
Innaka Hamidun Majiid. Allahumma Baarik 'ala Muhammad
wa 'ala Aali Muhammad Kama Baarakta 'ala Ibrahiim.
Wa Aali Ibrahiim Innaka Hamidun Majiid.
~~~~~~~~~~~~~~~~♥♥♥~~~~~~~~~~~~~~


Setelah Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam wafat, seketika itu pula kota
Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya – tidak
percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa
waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta,
“Ceritakan padaku akhlak Muhammad!”. Umar menangis mendengar
permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui
tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg
sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal
hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat
senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia
Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Orang
Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior
Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi.
Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad sallAllahu
alayhi wasallam. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali.
Ali dengan linangan air mata berkata, “Ceritakan padaku keindahan
dunia ini!.” Badui ini menjawab, “Bagaimana mungkin aku dapat
menceritakan segala keindahan dunia ini….” Ali menjawab, “Engkau tak
sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman
bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu
bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad sallAllahu ‘alayhi
wasallam, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad
memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68] : 4)”

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam yang sering disapa “Khumairah” oleh Nabi ini hanya menjawab,
khuluquhu al-Qur’an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur’an). Seakan-akan
Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam itu
bagaikan Al-Qur’an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia
segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh
kandungan Qur’an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca
dan menyimak QS Al-Mu’minun [23]: 1-11.

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari
pergaulannya dengan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Kalau mereka
diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah
jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka.
Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling
indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam, Aisyah hanya menjawab, “Ah semua
perilakunya indah.” Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat
terindah baginya, sebagai seorang isteri. “Ketika aku sudah berada di
tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah
bersentuhan, suamiku berkata, ‘Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap
Tuhanku terlebih dahulu.’” Apalagi yang dapat lebih membahagiakan
seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih
sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami,
yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam jugalah yang membikin
khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati
suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia
bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata,
“Mengapa engkau tidur di sini?” Nabi Muhammmad menjawab, “Aku pulang
sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak
mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.” Mari
berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap
isteri kita? Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam mengingatkan,
“berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan
ditanya di hari akhir tentangnya.” Para sahabat pada masa Nabi
memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu
turun dan mengecam mereka.

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat
tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam.
Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun
sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah
kebingungannya, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam memanggilnya. Rasul
sallAllahu ‘alayhi wasallam memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup
dengan itu, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun melipat sorbannya
lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat
duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban
tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah
mencium sorban Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam tersebut.

Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita
junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk
tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari
seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi
sholallahu ‘alayhi wasallam, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan
dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah
pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita
meniru akhlak Rasul Yang Mulia.

Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam juga terkenal suka memuji
sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan
menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul
sallAllahu ‘alayhi wasallam selalu memujinya. Abu Bakar- lah yang
menemani Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam ketika hijrah. Abu Bakarlah
yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam
sakit. Tentang Umar, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pernah berkata,
“Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka
Syetan lewat jalan yang lain.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam bermimpi meminum susu. Belum habis satu
gelas, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam memberikannya pada Umar yang
meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud
(ta’wil) mimpimu itu? Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam menjawab “ilmu
pengetahuan.

Tentang Utsman, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam sangat menghargai
Utsman karena itu Utsman menikahi dua putri Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam, hingga Utsman dijuluki Dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya).
Mengenai Ali, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam bukan saja
menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang
menyebutkan keutamaan Ali. “Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah
pintunya.” “Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang
munafik.”

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang
punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih
tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan
yang sembilan. Ah…ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka
mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.

Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah
pun sangat menghormati Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam.
Buktinya, dalam Al-Qur’an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan
nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad
sallAllahu ‘alayhi wasallam, Allah menyapanya dengan “Wahai Nabi”.
Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.

Para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan
pada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Alkisah, rombongan Bani Tamim
menghadap Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam. Mereka ingin Rasul
sallAllahu ‘alayhi wasallam menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum
Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam memutuskan siapa, Abu Bakar berkata:
“Angkat Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin.” Kata Umar, “Tidak,
angkatlah Al-Aqra’ bin Habis.” Abu Bakar berkata ke Umar, “Kamu hanya
ingin membantah aku saja,” Umar menjawab, “Aku tidak bermaksud
membantahmu. ” Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar
makin keras. Waktu itu turunlah ayat: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada
Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas
suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan
dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu.
Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya” (QS.
Al-Hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, “Ya Rasul Allah, demi
Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali
seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia.” Umar juga berbicara
kepada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan suara yang lembut.
Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali
bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat
Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam takut akan terhapus amal mereka
karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam.

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi’ah. Ia
berkata pada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, “Wahai kemenakanku, kau
datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau
kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan
kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang
dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar
kami jadikan engkau penguasa kami”

Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam mendengar dengan sabar uraian tokoh
musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong
pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam bertanya, “Sudah selesaikah, Ya Abal Walid?” “Sudah.” kata
Utbah. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam membalas ucapan utbah dengan
membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam pun bersujud. Sementara itu Utbah duduk
mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran
bagaimana Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan sabar mendengarkan
pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi
dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam
majelis ilmu. Yang menakjubkan sebenarnya adalah perilaku kita
sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau
mendengarkan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dan menyuruh kaumnya
membiarkan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berbicara. Jangankan
mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan
pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara
kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!

Ketika Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam tiba di Madinah dalam episode
hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam bahwa Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam akan
mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang
sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya.
Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di
Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam? “Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku
telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu. ” Sahabat ini
menangis keras. Bagi Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam janji adalah
suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam
merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah,
bagi Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam janji adalah janji; bahkan
meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita
memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban
bagaimana perilaku Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam telah menyerap di
sanubari kita atau tidak.
Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam berkata pada para sahabat, “Mungkin sebentar lagi
Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada
diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada
kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian,
ucapkanlah!” Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang
tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau memeriksa barisan
di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan
tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku
ingin menuntut qishash hari ini.” Para sahabat lain terpana, tidak
menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung
berdiri dan siap “membereskan” orang itu. Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam pun melarangnya. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun
menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang
berada di rumah Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam keheranan ketika Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan
peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat
yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul sallAllahu
‘alayhi wasallam berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya
menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berkata,
“Lakukanlah! “

Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi
suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam dan memeluk Nabi seraya menangis, “Sungguh maksud
tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan
dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah.”
Seketika itu juga terdengar ucapan, “Allahu Akbar” berkali-kali.
Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu
bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam sebelum Allah memanggil Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam ke hadirat-Nya.
Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun
badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan
memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul sallAllahu
‘alayhi wasallam pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang
beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti
menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung
ditengah miliaran umat manusia? Jangan-jangan kita menjadi orang yang
muflis. Na’udzu billah…..

Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam ketika saat haji Wada’, di
padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri
berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam
dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, “Nanti di hari
pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai
Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban
kalian?” Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air
mata. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam melanjutkan, “Bukankah telah
kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh
beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah
aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah
kusampaikan pada kalian wahyu dari Allah…..?” Untuk semua pertanyaan
itu, para sahabat menjawab, “Benar ya Rasul!”

Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun mendongakkan kepalanya ke atas,
dan berkata, “Ya Allah saksikanlah. ..Ya Allah saksikanlah. ..Ya Allah
saksikanlah! “. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam meminta kesaksian
Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun
meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah sallAllahu
‘alayhi wasallam. “Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai
Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa
kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi
pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di
padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin
ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya
Allah saksikanlah. ..Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah”

oleh :Nadirdah Hosen 
copy dari  facebook ingin ibadah

Selasa

BEKAS PERAMPOK jadi ULAMA



Dialah Fudhoil bin 'Iyaadh. Nama lengkap beliau adalah Fudhoil bin 'Iyaadh bin Mas'uud bin Bisyr At-Tamimi Al-Yarbuu'iy. Kunyah beliau adalah Abu 'Ali, seorang ulama dan muhaddits besar yang hidup pada abad kedua, dan beliau wafat pada tahun 187 H
Banyak ulama besar yang mengambil ilmu dan meriwayatkan hadits dari beliau. Diantaranya adalah Ibnul Mubaarok, Yahyaa bin Sa'iid Al-Qotthoon, Sufyaan bin 'Uyainah, Abdurrohman bin Mahdi, dan Imam As-Syafi'i.
Bagiamanakah kisah taubat beliau?
Abu 'Ammaar Al-Husain bin Huraits berkata, "Aku mendengar Al-Fadhl bin Muusaa berkata, "
“Al-Fudhail bin ‘Iyadh dulunya adalah seorang perampok yang menghadang orang-orang di daerah antara daerah Abiwarda dan dan daerah Sarkhos. Sebab beliau bertaubat adalah beliau pernah terpikat dengan seorang wanita, maka tatkala beliau tengah memanjat tembok untuk menemui wanita tersebut, tiba-tiba saja beliau mendengar seseorang membaca friman Allah:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah (QS Al-Hadid : 16).
Maka tatkala beliau mendengar lantunan ayat tersebut maka beliau langsung berkata: “Tentu saja wahai Rabbku. Sungguh telah tiba saatku (untuk tunduk hati mereka mengingat Allah).” Maka beliaupun kembali, dan beliaupun  beristirahat  di sebuah bangunan rusak, tiba-tiba saja di sana ada sekelompok orang yang sedang lewat. Sebagian mereka berkata: “Kita jalan terus,” dan sebagian yang lain berkata: “Kita istirahat saja sampai pagi, karena si Fudhail berada di arah jalan kita ini, dan ia akan menghadang dan merampok kita.”
(Mendengar hal ini) Fudhoilpun berakta “Kemudian aku merenung dan berkata: ‘Aku sedang melakukan kemaksiatan di malam hari (yaitu ia berusaha untuk mengintip sang wanita-pent) padahal sebagian dari kaum muslimin di sini ketakutan kepadaku (karena menyangka Fudhoil sedang menghadang mereka, padahal Fudhoil sedang mau mengintip wanita-pent), dan menurutku tidaklah Allah menggiringku kepada mereka ini melainkan agar aku berhenti (dari kemaksiatan ini). Ya Allah, sungguh aku telah bertaubat kepada-Mu dan aku jadikan taubatku itu dengan tinggal di Baitul Haram’.” (lihat biografi beliau di Siyar A'laam An-Nubalaa 8/421 dan Tahdziib At-Tahdziib dgn tahqiq ; 'Adil Mursyid  3/399)
Demi Allah sesungguhnya hidayah hanyalah ditangan Allah semata…., lihatlah Fuhdoil, ia dahulu adalah seorang perampok yang ditakuti oleh para pedagang. Ternyata beliau mendapat hidayah tatkala sedang hendak melakukan kemaksiatan dengan melampiaskan kerinduannya kepada sang wanita. Namun Allah malah memberi hidayah kepadanya dan menggerakkan hatinya untuk bertaubat. Sama sekali tidak ada usaha dari Fudhoil untuk bertaubat… Namun hidayah menyapa beliau, semata-mata karunia dari Allah Ta'aalaa.
Marilah para pembaca budiman renungkan…, betapa banyak diantara kita yang mendapatkan hidayah sehingga mengenal sunnah dengan tanpa kita sadari…, tanpa kita sengajai.., tanpa ada sedikitpun usaha dan campur tangan kita…akan tetapi semata-mata hidayah adalah karunia Allah.    
Sungguh betapa banyak orang yang dahulunya tenggelam dalam kenisataan kemudian diberi hidayah oleh Allah sehingga akhirnya berubah 180 derajat menjadi seorang yang sholeh, bahkan menjadi ustadz??, bahkan… menjadi seorang syaikh yang tersohor…??, bahkan menjadi ulama…??. Sungguh penulis telah bertemu dengan semisal orang-orang tersebut.
Kita berucap sebagaimana ucapan para penghuni surga :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ

"Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki Kami kepada (surga) ini. dan Kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi Kami petunjuk. (QS Al-A'raaf : 43)
Namun sungguh menyedihkan tatkala perkaranya berbalik…!!, Bukankah ada seseorang yang dahulunya adalah orang yang sholeh taat beragama lantas berubah total menjadi pelaku maksiat…!! Oleh karenanya sungguh benar sebuah ungkapan "Lebih baik menjadi bekas perampok dari pada bekas ustadz".Di antara petuah-petuah emas Fuhoil bi 'Iyaadh adalah sebagai berikut:

لَوْ أَنَّ لِي دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً مَا جَعَلَتُهَا إِلاَّ فِي إِمَامٍ فَصَلاَحُ الِإمَامِ صَلاَحُ الْبِلاَدِ وَالْعِبَادِ

"Kalau seandainya aku memiliki sebuah doa yang mustajab (dikabulkan) maka aku akan mendoakan untuk kebaikan Imam (pemimpin/presiden) karena baiknya imam merupakan kebaikan bagi negeri dan masyarakat" (As-Siyar 8/434)
بَلَغَنِي أَنَّ الْعُلَمَاءَ فِيْمَا مَضَى كَانُوْا إِذَا تَعَلَّمُوا عَمِلُوا وَإِذَا عَمِلُوا شُغِلُوا وَإِذَا شُغِلُوا فُقِدُوا وَإِذَا فُقِدُوا طُلِبُوا فَإِذَا طُلِبُوا هَرَبُوا

"Telah sampai berita kepadaku bahwasanya para ulama dahulu jika mereka menuntut ilmu maka mereka mengamalkannya, dan jika mereka beramal maka mereka menjadi sibuk (beramal), dan jika mereka sibuk maka mereka tidak nampak, dan jika mereka tidak nampak maka merekapun dicari-cari, dan jika mereka dicari-cari maka merekapun lari menghindar" (As-Siyar 8/439-440)
وَأَمَلُكَ طَوِيْلٌيَا مِسْكِيْنُ أَنْتَ مُسِيءٌ وَتَرَى أَنَّكَ مُحْسِنٌ وَأَنْتَ جَاهِلٌ وَتَرَى أَنَّكَ عَالِمٌ وَتَبْخَلُ وَتَرَى أَنَّكَ كَرِيْمٌ وَأَحْمَقَ وَتَرَى أَنَّكَ عَاقِلٌ أَجَلُكَ قَصِيْرٌ

"Wahai sungguh kasihan engkau, engkau adalah orang yang buruk namun engkau merasa bahwa engkau adalah orang yang baik, engkau bodoh namun engkau merasa seorang alim, engkau pelit namun engkau merasa dermawan, engkau dungu namun engkau merasa cerdas. Sesungguhnya ajalmu pendek sementara angan-anganmu panjang" (As-Siyar 8/440).
Al-Imam Adz-Dzahabi mengomentari perkataan Fudhoil ini dengan berkata
:
إِيْ وَاللهِ صَدَقَ وَأَنْتَ ظَالِمٌ وَتَرَى أَنَّكَ مَظْلُوْمٌ وَآكِلٌ لِلْحَرَامِ وَتَرَى أَنَّكَ مُتَوَرِّعٌ وَفَاسِقٌ وَتَعْتَقِدُ أَنَّكَ عَدْلٌ وَطَالِبُ الْعِلْمِ لِلدُّنْيَا وَتَرَى أَنَّكَ تَطْلُبُهُ لله

"Demi Allah, sungguh benar perkataan Fudhoil. Engkau orang yang dzolim namun engkau merasa bahwa engkaulah yang terdzolimi, engkau memakan hasil haram namun engkau merasa engkau adalah orang yang wara', engkau seorang yang fasiq namun engkau meyakini bahwa dirimu adalah orang yang bertakwa, engkau menuntut ilmu karena mencari dunia namun engkau merasa bahwa engkau menuntut ilmu karena Allah."


BERBEKAL TAQWA



تَزَوَّدْ مِنَ التَّقْوَى فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي***  إِذَا جَنَّ لَيْلٌ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الْفَجْرِ


Berbekallah ketakwaan karena sesungguhnya engkau tidak tahu…
Jika malam telah tiba apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari

وَكَمْ مِنْ صَحِيْحٍ مَاتَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ *** وَكَمْ مِنْ عَلِيْلٍ عَاشَ حِيْناً مِنَ الدَّهْرِ


Betapa banyak orang yang sehat kemudian meninggal tanpa didahului sakit…
Dan betapa banyak orang yang sakit yang masih bisa hidup beberapa lama

فَكَمْ مِنْ فَتًى أَمْسَى وَأَصْبَحَ ضَاحِكًا *** وَقَدْ نُسِجَتْ أَكْفَانُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِِي


Betapa banyak pemuda yang tertawa di pagi dan petang hari
Padahal kafan mereka sedang ditenun dalam keadaan mereka tidak sadar

وَكَمْ مِنْ صِغَارٍ يُرْتَجَى طُوْلُ عُمْرِهِمْ *** وَقَدْ أُدْخِلَتْ أَجْسَامُهُمْ ظُلْمَةَ الْقَبْرِ


Betapa banyak anak-anak yang diharapkan panjang umur…
Padahal tubuh mereka telah dimasukkan dalam kegelapan kuburan

وَكَمْ مِنْ عَرُوْسٍ زَيَّنُوْهَا لِزَوْجِهَا *** وَقَدْ قُبِضَتْ أَرْوَاحُهُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ


Betapa banyak mempelai wanita yang dirias untuk dipersembahkan kepada mempelai lelaki…
Padahal ruh mereka telah dicabut tatkala di malam lailatul qodar

Senin

JANGAN HANYA BISA MENUNTUT (mendamba SAKINAH )

"Ingatlah wahai istriku, surgamu berada di bawah telapak kakiku….!!, kamu harus taat kepadaku…!!!"
Demikianlah ucapan yang mungkin terlontarkan dari mulut seorang suami yang menuntut istrinya agar menjadi seorang istri yang sholehah dan selalu nurut kepadanya. Ucapan yang dilontarkan suami tersebut adalah perkataan yang benar. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Kalau seandainya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya” (HR AT-Thirmidzi no 1159, Ibnu Majah no 1853 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (Lihat As-Shahihah no 3366))
Pernah ada seorang wanita yang datang menemui Nabi karena ada suatu keperluan, lantas Nabi berkata kepada wanita tersebut, هذه أذات بعل ؟ "Apakah engkau bersuami?", wanita itu menjawab, "Iya". Lantas Nabi bertanya lagi, كيف أنت له ؟"Bagaimana sikap engkau terhadap suamimu?, wanita itu berkata, ما آلوه إلا ما عجزت عنه "Aku berusaha keras untuk melayani dan taat kepadanya, kecuali pada perkara yang tidak aku mampui". Nabi berkata, فانظري أين أنت منه ؟ فإنما هو جنتك ونارك "Lihatlah bagaimana engkau di sisinya, sesungguhnya suamimu itu surgamu dan nerakamu"
(Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim dan Al-Albani)
Jika seorang wanita telah menikah maka surganya telah berpindah dari telapak kaki ibunya ke telapak kaki suaminya.
Akan tetapi kita bertanya kepada sang suami, apakah dia telah menunaikan seluruh tugas dan kewajibannya sebagai suami?, apakah dia sendiri adalah seorang suami yang sholeh dan berakhlak mulia? Apakah dia telah menunaikan hak-hak istrinya tersebut??
Kalau jawabannya adalah : "IYA", maka jelas dia berhak untuk menuntut istrinya dengan kata-kata di atas.
Akan tetapi jika jawabannya : "TIDAK", atau mungkin sang suami malu-malu untuk mengatakan tidak, sehingga dirubah jawabannya menjadi : "BELUM", maka….sungguh sang suami ternyata hanya bisa menuntut.
Hendaknya sebelum dia menuntut dia bercermin terlebih dahulu…
Sebelum dia menununtut agar istrinya senantiasa berpenampilan ayu, apakah sang suami juga telah menjaga penampilannya dihadapan istrinya…??
Ataukah hanya menjaga penampilannya tatkala berhadapan dengan para sahabatnya??
Bukankah Allah berfirman

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. (QS Al Baqarah 228)

Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata tatkala menafsirkan firman Allah

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (١)الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (٢)وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (٣)أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (٤)لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (٥)يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (٦)
1. kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang
2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,
3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
4. tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,
5. pada suatu hari yang besar,
6. (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?
"Permisalan ini yang Allah buat tentang ukuran dan timbangan adalah sebuah permisalan, dan permisalan ini bisa diqiaskan kepada perkara-perkara yang serupa dengannya. Setiap orang yang menuntut hak-haknya secara sempurna akan tetapi menunaikan tugasnya (tidak menunaikan hak orang lain) maka ia juga termasuk dalam ayat yang mulia ini.
Sebagai contoh seorang suami yang ingin agar istrinya menunaikan hak-haknya secara sempurna, dan agar sang istri perhatian dan tidak meremehkan hak-hak sang suami, akan tetapi sang suami sendiri meremehkan hak-hak istrinya, tidak memberikan hak-hak istrinya. Sungguh betapa banyak istri yang mengeluh dan mengadukan suami-suami yang semacam ini modelnya…
Demikian juga kita dapati sebagian orang menuntut agar anak-anaknya melaksanakan kewajibannya dengan sempurna sebagai anak terhadap orang tua, akan tetapi sang orang tua tidak menunaikan hak anak-anaknya dengan baik. Sang orang tua ingin agar anak-anaknya berbakti kepadanya dan melaksanakan tugas mereka sebagai anak di hadapan orang tua mereka, akan tetapi dia sang orang tua itu sendiri tidak memperhatikan anak-anaknya dengan baik, tidak menunaikan kewajibannya sebagai orang tua terhadap anak-anak. Orang yang seperti ini kita katakana juga sebagai Muthoffif (orang yang curang)" (lihat tafsir juz 'amma)
Sebagaimana ayat ini merupakan ancaman keras yang berupa kecelakaan bagi para suami yang tidak menuaikan hak istri-istri mereka, demikian juga sebaliknya merupakan ancaman keras kepada para istri yang hanya bisa banyak menunutut kepada suami-suami mereka sementara mereka lupa untuk menunaikan hak-hak suami mereka yang sangat agung.
Sebagaimana perkataan Syaikh Utsaimin rahimahullah diatas bahwa yang termasuk dalam ayat ini adalah semua orang yang hanya bisa menuntut haknya namun tidak mau melaksanakan kewajibannya, dan tidak mau menunaikan hak orang lain.
Kita dapati betapa banyak masyarakat yang menuntut agar negara bisa memberikan pelayanan dan fasilitas yang terbaik bagi masyarakat, bahkan hampir setiap kerusuhan dan kekacauan disandarkan kepada Negara –dan kita tidak tahu hakekat penyebab yang sebenarnya-, akan tetapi yang menjadi pertanyaan :"Apakah masyarakat para penuntut tersebut sudah melaksanakan keweajiban mereka sebagai warga Negara yang baik?, apakah mereka sudah menuaikan hak Negara (penguasa) dengan baik…??
Memang benar…, menuntut itu merupakan perkara yang mudah, anak kecilpun bisa melakukannya. Akan tetapi melaksanakan kewajiban dan menunaikan hak orang lain merupakan perkara yang tidak semudah dibayangkan. Semoga Allah tidak menjadikan kita termasuk orang-orang yang curang yang terancam dengan kecelakaan. Aamiiin

SUMBER : http://firanda.com/index.php/artikel/keluarga/18-jangan-hanya-bisa-menunutut

kriteria CALON ISTRI IDAMAN ( CANTIK & SEJUK DI PANDANG )


Disusun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda

2.  Cantik dan sejuk dipandang

Tabi’at dan naluri manusia mendambakan dan merindukan kecantikan, jika ia tidak memperoleh kecantikan maka seakan-akan ada sesuatu yang kurang yang ingin diraihnya. Dan jika ia telah meraih kecantikan tersebut maka seakan-akan hatinya telah tenang dan seakan-akan kebahagian telah merasuk dalam jiwanya. Oleh karena itu Syari’at tidak melalaikan kecantikan sebagai faktor penting dalam memilih istri. Diantara bukti yang menunjukan pentingnya faktor yang satu ini, bahwasanya kecintaan dan kedekatan serta kasih sayang akan semakin terjalin jika faktor ini telah terpenuhi.

Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau melamar seorang wanita maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepadanya


اُنْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَْن يُؤْدِمَ بَيْنَكُمَاLihatlah ia (wanita yang kau lamar tersebut) karena hal itu akan lebih menimbulkan kasih sayang dan kedekatan diantara kalian berdua[1]


Oleh karenanya disunnahkan bagi seseorang untuk mencari wanita yang cantik jelita.

Berkata Ibnu Qudamah, “Hendaknya ia memilih wanita yang cantik jelita agar hatinya lebih tentram serta ia bisa lebih menundukkan pandangannya dan kecintaannya (mawaddah) kepadanya akan semakin sempurna, oleh karena itu disyari’atkan nadzor (melihat calon istri) sebelum dinikahi. Diriwayatkan[2] dari Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda,

إِنَّمَا النِّسَاءُ لُعَبٌ فَإِذَا اتَّخَذَ أَحَدُكُمْ لُعْبَةً فَلْيَسْتَحْسِنْهَا

“Para wanita itu ibarat mainan, maka jika salah seorang dari kalian hendak memiliki sebuah mainan maka hendaknya ia memilih mainan yang baik (yang cantik) [3]

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Terkadang seseorang termasuk golongan para pendamba kecantikan maka ia tidak bisa menjaga kemaluannya kecuali jika menikahi wanita yang cantik jelita”[4]

Berkata Al-Munawi, “Jika pernikahan disebabkan dorongan kecantikan maka pernikahan ini akan lebih langgeng dibandingkan jika yang mendorong pernikahan tersebut adalah harta sang wanita, karena kecantikan adalah sifat yang senantiasa ada pada sang wanita adapun kekayaan adalah sifat yang bisa hilang dari sang wanita”[5]


Peringatan 1


Imam Ahmad berkata, “Jika seseorang ingin mengkhitbah (melamar) seorang wanita maka hendaknya yang pertama kali ia tanyakan adalah kecantikannya, jika dipuji kecantikannya maka ia bertanya tentang agamanya. Jika kecantikannya tidak dipuji maka ia menolak wanita tersebut bukan karena agamanya namun karena kecantikannya”[6]

Perkataan Imam Ahmad ini menunjukan akan tingginya fiqh dan pemahaman beliau karena jika yang pertama kali ditanyakan oleh seseorang tentang sang wanita adalah agamanya lalu dikabarkan kepadanya bahwa sang wanita adalah wanita yang shalihah, kemudian tatkala ia memandangnya ternyata sang wanita bukan merupakan seleranya, lantas iapun tidak menikahi wanita tersebut, maka berarti ia telah meninggalkan wanita tersebut padahal setelah ia mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita yang shalihah.. Jika demikian maka ia telah termasuk dalam celaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan) maka tanganmu akan menempel dengan tanah”


Peringatan 2

Kecantikan adalah hal yang relatif, terkadang seorang wanita sangatlah cantik di mata seseorang namun menurut orang lain tidaklah demikian, oleh karena itu disyari’atkan bagi seseorang yang hendak menikah untuk melihat calon istrinya sehingga bisa diketahui wanita tersebut cantik atau tidak, dan hendaknya janganlah ia hanya mencukupkan dengan informasi yang masuk kepadanya tentang kecantikan sang wanita tersebut tanpa memandangnya secara langsung.

Allah ta'ala berfirman

فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء  “Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi…” (QS 4:3)

Berkata Syaikh As-Sa’di, “Ayat ini menunjukan bahwasanya seyogyanya seseorang yang hendak menikah untuk memilih (wanita yang disenanginya), bahkan syari’at telah membolehkan untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya agar ia berada di atas ilmu tentang wanita yang akan dinikahinya”[7]

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, “Sesungguhnya penglihatan orang lain tidak mewakili penglihatan sendiri secara langsung. Bisa jadi seorang wanita cantik menurut seseorang namun tidak cantik menurut orang yang lain. Terkadang seseorang –misalnya- melihat seorang wanita dalam suatu kondisi tertentu bukan pada kondisi sang wanita yang biasanya. Terkadang seseorang dalam kondisi gembira dan yang semisalnya maka ia mengalami kondisi tersendiri. Demikian juga tatkala ia sedang sedih maka ia memiliki kondisi yang tersendiri. Kemudian juga terkadang seorang wanita tatkala mengetahui bahwa ia akan dinadzor maka iapun menghiasi dirinya dengan banyak hiasan-hiasan, sehingga tatkala seorang lelaki memandangnya maka ia menyangka bahwa wanita tersebut sangat cantik jelita, padahal hakekatnya tidaklah demikian”[8]

Namun jika memang seseorang tidak memungkinkan untuk melihat sang wanita secara langsung maka disunnahkan baginya untuk mewakilkan nadzornya kepada wanita yang dipercayainya.

Berkata As-Shon’aanii, “Dan jika tidak memungkinkan untuk melihat sang wanita (secara lagsung) maka disunnahkan[9] untuk mengutus seorang wanita yang dipercaya untuk melihat wanita tersebut kemudian mengabarkan kepadanya sifat-sifat wanita tersebut”[10]

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم أَرَادَ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً فَبَعَثَ امْرَأَةً لِتَنْظُرَ إِلَيْهَا فَقَالَ شُمِّي عَوَارِضَهَا وَانْظُرِي إِلَى عُرْقُوْبَيْهَا
Dari Anas bin Malik shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menikahi seorang wanita maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengutus seorang wanita (yaitu Ummu Salamah) untuk melihat wanita tersebut seraya berkata, ((Ciumlah (bau) gigi ‘aridhnya (yaitu gigi-gigi yang terletak antara gigi seri dan gigi geraham)[11] dan lihatlah ‘uqrubnya (‘uqrub adalah bagian belakang mata kaki yang terletak antara betis dan sendi (tungkak)  kaki)[12])) [13]

Peringatan 3 (Syarat bolehnya melihat calon istri)

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, "Syarat untuk boleh melihat calon istri ada enam :

1.      Tidak berkholwat (berdua-duaan) dengan sang wanita tatkala memandangnya.

Karena sang wanita masih merupakan wanita ajnabiah bagi sang lelaki. Dan wanita ajnabiah tidak boleh berkholwat dengan seorang lelaki karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ
Dan janganlah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali jika sang wanita bersama mahromnya[14]

Dan larangan ini menunjukan akan haramnya hal ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثُهُمَا الشَّيْطَانُ
Tidaklah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali syaitan adalah orang ketiga diantara mereka berdua[15]

Hadits ini menunjukan bahwa pengharamannya yang ditekankan[16]

Jika memungkinkan baginya untuk menadzor sang wanita melalui kesepakatan dengan wali sang wanita yaitu sang wali ikut hadir bersamanya maka ia bisa melakukannya. Dan jika tidak memungkinkan maka boleh baginya untuk bersembunyi ditempat yang biasanya dilewati oleh sang wanita dan tempat-tempat yang semisalnya kemudian ia melihat kepada sang wanita tersebut.[17]

2.      Hendaknya memandangnya dengan tanpa syahwat karena nadzor (memandang) wanita ajnabiah karena syahwat diharamkan. Dan maksud dari melihat calon istri adalah untuk mengetahui kondisinya bukan untuk menikmatinya

3.      Hendaknya ia memiliki prasangka kuat bahwa sang wanita akan menerima lamarannya.

Jika dikatakan bagaimana ia bisa tahu bahwa ia akan diterima oleh sang wanita (ada kemungkinan bahwa lamarannya diterima-pen)??.

Jawabannya bahwsanya Allah menjadikan manusia bertingkat-tingkat sebagaimana firmanNya

نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضاً سُخْرِيّاً وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ (الزخرف : 32 )

Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. (QS. 43:32)

Jika salah seorang tukang sapu maju untuk melamar anak seoang mentri maka biasanya ia akan ditolak. Demikian juga seseorang yang telah tua dan tuli ingin maju melamar seorang gadis yang cantik maka ia tentunya memiliki persangkaan kuat bahwa ia akan ditolak.[18]

4.      Hendaknya ia memandang kepada apa yang biasanya nampak (terbuka) dari tubuh sang wanita.

Seperti wajah, leher, tangan, kaki, dan yang semisalnya. Adapun ia melihat bagian-bagian tubuh sang wanita yang biasanya tidak terbuka maka hal ini tidak diperbolehkan. Perkataan “yang biasanya (nampak dari diri seorang wanita)” terkait dengan ‘urf (adat) yang berlaku di zaman As-Salaf As-Sholeh bukan dengan adat sembarang orang[19]. Karena kalau hal ini kita kembalikan kepada adat setiap orang maka perkaranya akan tidak teratur dan akan timbul banyak perselisihan. Akan tetapi maksudnya adalah apa yang biasanya terbuka pada diri sang wanita dihadapan mahromnya. Dan yang paling penting dalam hal ini adalah wajah.[20]

Syaikh Utsaimin juga memboleh sang wanita untuk menampakkan rambutnya kepada sang lelaki yang hendak melamarnya.[21]

Dan boleh juga sebaliknya bagi sang wanita untuk melihat kepada sang lelaki, melihat kepada wajahnya, kakinya, lehernya, dan rambutnya sebagaimana sang lelaki melihatnya, karena kedua belah pihak butuh untuk melihat pasangannya.[22]

5.      Hendaknya ia benar-benar bertekad untuk melamar sang wanita. Yaitu hendaknya pandangannya terhadap sang wanita itu merupakan hasil dari keseriusannya untuk maju menemui wali wanita tersebut untuk melamar putri mereka. Adapun jika ia hanya ingin berputar-putar melihat-lihat para wanita (satu per satu) maka ia tidaklah diperbolehkan.

6.      Hendaknya sang wanita yang dinadzornya tidak bertabarruj, memakai wangi-wangian, memakai celak, atau yang sarana-sarana kecantikan yang lainnya. Karena bukanlah maksudnya sang lelaki ditarik hatinya untuk menjimaki sang wanita hingga sang wanita berpenampilan dan bermacak sebagaimana seorang wanita yang berhias di hadapan suaminya agar menarik suaminya untuk berjimak. Hal ini juga bisa menimbulkan fitnah, dan asalnya adalah haram karena ia masih merupakan wanita ajnabiah. Selain itu sikap sang wanita yang demikian ini dihadapan sang lelaki pelamar akan memberikan akibat buruk kepada sang lelaki, karena jika sang lelaki kemudian menikahinya lalu mendapatinya tidak sebagaimana tatkala ia menadzornya maka jadilah ia tidak tertarik lagi kepadanya, serta berubahlah penilaian sang lelaki kepadanya. Terutama bahwasanya syaitan menghiasi dan menjadikan wanita yang tidak halal bagi seorang lelaki  lebih cantik dipandangan lelaki tersebut dibanding istrinya. Oleh karena itu engkau dapati –semoga Allah melindungi kita- sebagian orang istrinya sangat cantik jelita, kemudian ia melihat seorang wanita yang jelek namun wanita tersebut menjadikannya bernafsu, karena syaitan menghiasi sang wanita tersebut dipandangan sang lelaki karena wanita tersebut tidak halal baginya. Jika tergabung antara perbuatan syaitan ini dengan tingkah sang wanita yang juga berhias diri sehingga menambah kecantikannya dan keindahannya, lantas setelah pernikahan sang lelaki mendapati sang wanita tidak sebagaimana gambarannya maka akan timbul akibat yang buruk"[23]

Boleh bagi sang lelaki untuk mengulang-ngulangi nadzor kepada sang wanita karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ
Jika salah seorang dari kalian ingin melamar seorang wanita maka jika dia mampu untuk memandang pada wanita tersebut apa yang mendorongnya untuk menakahi sang wanita maka hendaknya ia lakukan[24]

Jika pada nadzor yang pertama yang dilakukannya ia tidak mendapati pada diri wanita tersebut apa yang memotivasinya untuk menikahi sang wanita maka hendaknya ia menadzor lagi sang wanita untuk yang kedua kali dan yang ketiga kalinya.[25]


Hukum berbicara dengan wanita yang akan dikhitbah??, atau dengan wanita yang sudah ia khitbah namun belum akad nikah??

Syaikh Utsaimin berkata, “Suara wanita bukanlah aurat berdasarkan nash Al-Qur’an. Allah berfirman kepada Ummahatul Mukminin para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ (الأحزاب : 32 )
Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya (QS. 33:32)

Firman Allah ((Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara)) merupakan idzin (bagi wanita) untuk berbicara dengan lelaki, dan suara wanita boleh untuk didengar oleh lelaki akan tetapi tanpa menunduk-nundukan suara tatkala berbicara. Demikian juga para wanita di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seorang diantara mereka datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di majelis beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para lelaki hadir tatkala itu. Maka tidak mengapa bagi seorang lelaki untuk mendengar suara seorang wanita. Akan tetapi sekarang permasalahannya apakah para lelaki yang mendengar suara wanita menikmati dan berlezat-lezat mendengarkan suara wanita tersebut?. Maka yang bertanggung jawab adalah sang lelaki yang berlezat-lezat mendengar suara wanita. Adapun suara wanita itu sendiri bukanlah aurat”[26]

Demikian juga fatwa Syaikh Bin Baaz bahwa suara wanita bukanlah aurat.[27]

Jika pembicaraan yang terjadi antara seorang lelaki dengan wanita yang akan dikhitbahnya adalah pembicaraan yang biasa sebagaimana jika sang lelaki berbicara dengan wanita yang lainnya, maka hal ini tidak mengapa. Dan ini merupakan pendapat Syaikh Bin Baaz dan dzohir dari perkataan Syaikh Al-Albani (sebagaimana akan datang), karena asalnya suara wanita bukanlah aurat.

Syaikh Bin Baaz berkata, “Boleh bagi seorang lelaki jika ingin mengkhitbah seorang wanita untuk berbicara dengan wanita yang akan dikhitbahnya tersebut, dan boleh untuk memandangnya dengan tanpa kholwat….dan memandang lebih parah daripada berbicara (padahal melihat wanita yang akan dikhitbah diperbolehkan maka bagaimana lagi dengan berbicara-pen). Maka jika pembicaraan dengan sang wanita tentang perkara-perkara yang berkaitan dengan pernikahan atau tempat tinggal, perjalanan hidup sang wanita hingga diketahui apakah sang wanita mengetahui ini dan itu, maka tidaklah mengapa jika sang lelaki ingin mengkhitbahnya. Adapun jika ia tidak ingin mengkhitbahnya maka tidak boleh baginya untuk berbicara dengannya. Namun selama ia ingin mengkhitbahnya maka tidak mengapa baginya untuk membahas dengan sang wanita perkara-perkara yang berkaitan dengan khitbah, tentang keinginannya menikahi sang wanita, dan sang wanita juga demikian tanpa adanya kholwat, akan tetapi dari jarak jauh (misalnya melalui telepon-pen[28]) atau ditemani ayahnya atau saudara laki-lakinya atau ibunya dan yang semisalnya”[29]

Syaikh Bin Baaz juga ditanya, “Apa hukum pembicaraan melalui telepon antara seorang lelaki dengan wanita yang telah dikhitbahnya, dan maksud dari pembicaraan ini adalah untuk (lebih) saling mengenal sebelum keduanya terikat dengan tali pernikahan..??”

Syaikh Bin Baaz Menjawab, “Kami tidak mengetahui adanya larangan pembicaraan antara seorang lelaki dengan wanita yang telah dikhitbahnya jika pembicaraan yang berlangsung terlepas dari perkara-perkara yang dilarang dan tidak mengantarkan kepada keburukan akan tetapi maksudnya adalah untuk saling mengenal (menjajaki), yang lelaki bertanya dan yang wanita juga bertanya. Hal ini tidak mengapa. Sang wanita bertanya tentang keadaan sang lelaki, pekerjaannya…, dan sang lelaki juga bertanya kepada sang wanita dengan pertanyaan-pertanyaan yang semisal dengan maksud untuk lebih mendapatkan keyakinan sebelum melanjutkan pada jenjang pernikahan, maka hal ini tidak mengapa. Adapun jika maksud dari pembicaraan adalah selain dari pada itu seperti untuk menikmati suara sang lelaki atau suara sang wanita atau membuat janji-janji yang akhirnya mengantarkan kepada perbuatan keji maka inilah yang tidak diperbolehkan. Maka yang wajib bagi mereka berdua adalah berbicara pada perkara-perkara yang memang diperlukan dalam urusan khitbah.. Adapun perkara-perkara yang dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah maka wajib untuk dijauhi”[30]

Jika seorang lelaki kawatir dirinya tatkala berbicara dengan sang wanita melalui telepon bisa menimbulkan fitnah –atau ia berledzat-ledzatan dengan pembicaraan tersebut sehingga pembicaraannya melebar dan tidak ada kaitannya dengan proses khitbah- maka hendaknya dia tidak berbicara dengan sang wanita. Oleh karena itu Syaikh Ibnu Utsaimin pernah berkata, “Bolehkah bagi sang lelaki untuk berbicara dengan sang wanita (yang mau ia nadzor)?, jawabannya adalah tidak, karena pembicaraan lebih memotivasi syahwat dan rasa nikmat mendengar suaranya. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ((Hendaknya ia melihat kepadanya)), dan tidak berkata, ((Hendaknya ia mendengar suaranya))”[31]

Terlebih lagi jika sang lelaki telah mengkhitbah sang wanita, maka biasanya mereka berdua merasa seakan-akan telah terangkat hijab yang membatasi mereka berdua, seakan-akan telah ada perasaan khusus yang mengalir di hati mereka berdua. Perasaan khusus inilah yang dimanfaatkan oleh syaitan untuk menggelincirkan mereka berdua, padahal sang wanita hukumnya adalah masih wanita ajanabiah bagi sang lelaki sebagaimana wanita-wanita yang lainnya. Oleh karena itu pembicaraan yang terjadi antara seorang lelaki dengan wanita yang telah dikhitbahnya biasanya lebih dikhawatirkan lagi bahayanya.

Syaikh Al-Albani pernah ditanya, “Bolehkah aku berbicara dengan wanita yang telah aku khitbah (lamar) melalui telepon?”, maka beliau menjawab, “Tidak boleh selama engkau belum melaksanakan akad nikah dengannya”. Penanya berkata, “Meskipun aku meneleponnya dalam rangka untuk menasehatinya?”, Syaikh berkata, “Tidak boleh”

Penanya berkata, “Bolehkah aku -tatkala mengunjunginya- berbicara dengannya jika dia disertai mahromnya?”, Syaikh berkata, “Boleh, akan tetapi engkau hanya boleh berbicara dengannya sebagaimana engkau berbicara dengan wanita yang lain” [32]


Peringatan 4

Sebagian salaf membenci untuk menikahi wanita yang terlalu cantik, berkata Al-Munawi, “…dan para salaf membenci wanita yang terlalu cantik karena hal ini menimbulkan sikap mentang-mentang (terlalu pede) pada wang wanita yang akhirnya mengantarkannya kepada sikap perendahan terhadap sang pria”[33]

Ada sebuah hadits yang menunjukan larangan menikahi seorang wanita karena selain agamanya, dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda

لاَ تُنكِحوا النساءَ لِحُسْنِهن فَلَعَلَّهُ يُرْدِيْهِنَّ، ولا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيْهِنَّ وَانْكِحُوْهُنَّ لِلدِّيْنَ. وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْمَاءُ ذاتُ دِينٍ أَفْضَلُ“Janganlah kalian menikahi para wanita karena kecantikan mereka karena bisa jadi kecantikan mereka menjerumuskan mereka kedalam kebinasaan (karena akan menimbulkan sifat ujub dan takabbur pada mereka), dan janganlah kalian menikahi para wanita karena hartanya karena bisa jadi harta mereka menjadikan mereka berbuat hal-hal yang melampaui batas (menjatuhkan mereka kedalam kemaksiatan dan kejelekan), namun nikahilah para wanita karena agama mereka, sesungguhnya seorang budak wanita yang hitam dan terpotong sebagian hidungnya dan telinga yang berlubang namun agamanya baik itu lebih baik” [34]

Namun hadits ini lemah, tidak bisa dijadikan hujjah.


Bersambung …

Di susun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda
Artikel http://firanda.com/undefined/

Catatan kaki

-------------------

[1] HR At-Thirmidzi III/397 no 1087, Ibnu Majah no 1865 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani. (Lihat As-Shahihah no 96)

[2] Hadits ini didho’ifkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ad-Dho’ifah 1/675 no 462

[3] Al-Mugni 7/82

[4] Ceramah Syikh Ibnu Utsaimin (Syarh Bulugul Maram, kitab An-Nikaah kaset no 2)

[5] Faidhul Qodir 3/271

[6] Syarh Muntaha Al-Irodaat 2/623

[7] Tafsir As-a’di I/164

[8] Asy-Syarhul Mumti’ XII/20.

Sebagian orang tatkala mencari informasi tentang wanita yang diincarnya maka iapun menanyakan dan meyerahkan hal ini pada seorang wanita, baik adik wanitanya, atau seorang wanita yang ia percayai. Namun yang perlu diingat pandangan seorang wanita tidak sama dengan pandangan seorang lelaki dalam menilai kecantikan seseorang. Yang lebih menyedihkan terkadang jika sang wanita yang ia percayai tersebut merupakan sahabat wanita yang diincarnya maka sang wanita akan mengabarkan bahwa wanita yang diincarnya tersebut sangatlah cantik, karena ia merupakan sahabatnya sehingga penilaiannya tidaklah objektif. Sebaliknya jika terjadi permusuhan antara kedua wanita tersebut maka kebenciannya itu akan menjadikannya sang wanita buruk dipandangannya. Oleh karena itu jalan keluarnya adalah hendaknya seorang lelaki melihat calon istrinya secara langsung. Memang benar sebelum ia memandang hendaknya ia mencari informasi yang akurat tentang wanita incarannya itu, namun ia sebaiknya tetap melihatnya.

[9] Dan Al-‘Aini telah menyatakan hal ini sebelum As-Shon’aani dalam Umdatul Qori’ XX/119

[10] Subulus Salam III/113

[11] Subulus Salam III/113. Berkata As-Shon’aani, “Maksudnya adalah mencium bau mulutnya”

[12] Lihat An-Nihayah fi ghoriibil hadits III/221

[13] HR Al-Hakim dalam Al-Mustadrok II/180 no 2699 kemudian berkata, “Ini adalah hadits shahih sesuai dengan kriteria Mjuslim dan tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim”. Dikeluarkan juga oleh Ahmad III/231 no 13448 dan ‘Abd bin Humaid I/408 no 1388.

[14] HR Al-Bukhari no 3006 dan Muslim 1341

[15] HR Ahmad 1/18, Ibnu Hibban (lihat shahih Ibnu Hibban 1/436), At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awshoth 2/184 , dan Al-Baihaqi dalam sunannya 7/91. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah  1/792 no 430

[16] Asy-Syarhul Mumti’ XII/22

[17] Asy-Syarhul Mumti’ XII/20

[18] Asy-Syarhul Mumti’ XII/23

[19] Kalau kita kembalikan kepada adat wanita sekarang ini maka akan sangat bahaya sekali, apalagi adat wanita barat yang biasa membuka auratnya dengan begitu bebasnya dihadapan umum…!!!

[20] Asy-Syarhul Mumti’ XII/21

[21] Nuur ‘alaa Ad-Darb kaset no 165 side B

Peringatan

Memang ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang bagian tubuh wanita yang boleh dilihat tatkala nadzor. Mayoritas ulama berpendapat bahwa bagian tubuh wanita yang boleh dilihat hanyalah wajah dan kedua tangan (Nailul Authoor VI/240). Akan tetapi pendapat ini masih perlu diteliti lagi mengingat ada atsar yang menyelisihi hal ini

Berkata Ibnu Hajar dalam At-Talkhiis Al-Habiir (III/147), “Abdurrozzaaq (Al-Mushonnaf VI/163 no 10352), Sa’iid bin Manshuur, dan Ibnu Abi ‘Amr meriwayatkan dari Sufyaan, dari ‘Amr bin Diinaar dari Muhammad bin ‘Ali bin Al-Hanafiyah, bahwasanya Umar bin Al-Khotthoob melamar Ummu Kaltsuum putri Ali bin Abi Tholib. Lalu Ali menjelaskan kepada Umar bahwa putrinya masih kecil. Ali berkata, “Aku akan mengutusnya kepadamu, jika ia ridho maka ia adalah istrimu”. Maka Alipun mengutus putrinya (Ummu Kaltsuum) ke Umar, lalu Umar menyingkap betis Ummu Kaltsuum. Ummu Kaltsuumpun berkata, “Kalau engkau bukanlah pemimpin kaum muslimin maka aku akan menampar matamu”.

Dan atsar ini merupakan problem bagi orang-orang yang menyatakan bahwa tidak boleh melihat tatkala nadzor kecuali wajah dan kedua tangan”

Adapun pendapat Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla (X/30) bahwasanya boleh melihat seluruh tubuh sang wanita dengan berdalil kisah Jabir yang bersembunyi untuk melihat wanita yang ingin dipinangnya maka ini merupakan pendapat yang aneh dan sepanjang pengetahuan penulis hanya beliau yang berpendapat demikian.

Ketika kami (penulis) bertanya kepada guru kami Syaikh Abdul Qoyyum tentang pendapat Ibnu Hazm maka beliau berkata, “Buruknya pendapat ini tidak perlu dibantah, apakah sang wanita yang diintip Jabir suka berjalan sambil bertelanjang??, tentunya ia berjalan sambil membuka yang biasanya terbuka di hadapan mahramnya”

Syaikh Al-Albani mengomentari pendapat Ibnu Hazm, “Dan hadits Jabir meskipun tidak menunjukan pendapat Ibnu Hazm akan tetapi tidak diragukan lagi bahwasanya hadits ini menunjukan ukuran yang lebih dari pendapat Jumhur (yaitu lebih daripada wajah dan kedua tangan), Wallahu A’lam” (At-Ta’liiqoot Ar-Rodhiyyah ‘ala Ar-Roudhoh An-Nadiyyah II/154)

Oleh karena itu pendapat yang dipilih oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di atas merupakan pendapat yang paling tengah.

[22] Fatwa Syaikh Utsaimin dalam Nuur ‘alaa Ad-Darb kaset no 318 side B. Dan ini merupakan pendapat jumhur ahli fiqih dari madzhab Hanafiah, Malikiah, As-Syafi’iah, dan Hanabilah. Hal ini dikarenakan bahwa seluruh perkara (hikmah) yang tersebutkan dalam hadits-hadits yang menunjukan alasan dibolehkannya seorang lelaki melihat wanita yang akan dilamarnya juga berlaku bagi sang wanita. Wanita juga berhak untuk mencari seorang suami yang tampan dan terbebas dari aib karena hal ini juga akan mendukung langgengnya rumah tangga. Bahkan terkadang hal sangat penting bagi sang wanita karena ia tidak bisa meninggalkan suaminya jika ternyata suaminya tidak membahagiakannya atau terdapat aib-aib pada suaminya kecuali dengan sangat sulit sekali. Berbeda dengan lelaki, yang jika istrinya tidak menyenangkannya maka mudah baginya untuk menceraikannya. Wallahu A’lam (Lihat Ahkaam Ar-Ru’yah ‘indal khitbah 18-19)

[23] Asy-Syarhul Mumti’ XII/22-23

[24] HR Ahmad IV/245, At-Thirmidzi no 1087. An-Nasai no 1865 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (As-Shahihah no 204)

[25] Asy-Syarhul Mumti’ XII/21

[26] Liqoo Al-Baab Al-Maftuuh kaset no 145 side A

[27] Nuur ‘alaa Ad-Darb kaset no 890

Sebagian wanita terlalu berlebihan sehingga berbicara dengan para lelaki dengan suara yang keras karena salah menerapkan firman Allah ((Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara)).

Syaikh Bin Baaz berkata, “Hendaknya seorang wanita berbicara dengan wajar (sikap tengah), tidak berlebih-lebihan (dengan mengangkat suaranya) dan tidak pula menunduk-nundukan suaranya. Oleh karena itu Allah berfirman وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا ((Dan hendaknya kalian berucap dengan ucapan yang ma’ruf)). Inilah yang semestinya seorang wanita, hendaknya bersikap tengah (wajar) tatkala berbicara…” (Silsilah Al-Huda wan Nuur kaset no 269)

[28] Karena soal yang ditujukan penanya kepada Syaikh Bin Baaz berkaitan dengan hukum sang penanya yang berbicara dengan wanita yang akan dikhitbahnya melalui telepon (Lihat teks pertanyaannya dalam Majmu’ Fatawa wa maqoolaat mutanawwi’ah XX/431)

[29] Majmu’ Fatawa wa maqoolaat mutanawwi’ah XX/431

[30] Nuur ‘alaa Ad-Darb kaset no 342

[31] Asy-Syarhul Mumti’ XII/21

[32] Silsilah Al-Huda wan Nuur kaset no 269

[33] Faidhul Qodir 3/271

[34]HR Ibnu Majah, Al-Bazzar, dan Al-Baihaqi, dan didhoifkan oleh Syaikh Al-Albani (Ad-Dho’ifah 3/172), Dhoful Jami’ no 6216.





nasehat PERKAWINAN untuk PUTRI KU



Nasihat Perkawinan Untuk Putriku 



Abu Khaulah Zainal Abidin                                                            
 
(Seandainya ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa panjangkan umurku dan memberikan kesempatan kepadaku menyaksikan pernikahan putriku tercinta, kira-kira seperti inilah yang ingin aku sampaikan):
 
بسم الله الرحمن الرخيم
إن الحمد لله , نحمده ونستعينه , ونستغفره , ونعوذ بالله من شرور أنفسنا , ومن سيئات أعمالنا , من يهده الله فلا مضل له , ومن يضلل فلا هادي له , وأشهد أن لاإله إلا الله وحده لاشريك له , وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم .
{ يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون }
{ يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تسألون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا }
{ يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا , يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم , ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما }
 
Anak-anakku..,
Hari ini akan menjadi satu di antara hari-hari yang paling bersejarah di dalam kehidupan kalian berdua. Sebentar lagi kalian akan menjadi sepasang suami-isteri, yang darinya kelak akan lahir anak-anak yang sholeh dan sholehah, dan kalian akan menjadi seorang bapak dan seorang ibu, untuk kemudian menjadi seorang kakek dan seorang nenek, ……insya الله.
Rentang perjalanan hidup manusia yang begitu panjang … sesungguhnya singkat saja. Begitu pula…liku-liku dan pernik-pernik kerumitan hidup sesungguhnya jugalah sederhana. Kita semua.. diciptakan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tidak lain untuk beribadah kepada NYA. Maka, jika kita semua berharap kelak dapat berjumpa dengan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa …dalam keadaan IA ridlo kepada kita, hendaklah kita jadikan segala tindakan kita semata-mata di dalam rangka mencari keridlo’an-NYA dan menyelaraskan diri kepada Sunnah Nabi-NYA Yang Mulia -Shallallahu alaihi wa sallam-
 
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
 
(Maka barangsiapa merindukan akan perjumpaannya dengan robb-nya, hendaknya ia beramal dengan amalan yang sholeh, serta tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun di dalam peribadatahan kepada robb-nya.)
Begitu pula pernikahan ini, ijab-qabulnya, adanya wali dan dua orang saksi, termasuk hadirnya kita semua memenuhi undangan ini…adalah ibadah, yang tidak luput dari keharusan untuk sesuai dengan syari’at ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa.
Oleh karena itu…, kepada calon suami anakku
Saya ingatkan, bahwa wanita itu dinikahi karena empat alasan, sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam:
 
عن أبي هريره رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
 
Wanita dinikahi karena empat alasan. Hartanya, keturunannya, kecantikannya,atau agamanya. Pilihlah karena agamanya, niscaya selamatlah engkau.” (HR:Muslim)

Maka ambilah nanti putriku sebagai isteri sekaligus sebagai amanah yang kelak kamu dituntut bertanggung jawab atasnya. Dengannya dan bersamanya lah kamu beribadah kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa, di dalam suka…di dalam duka. Gaulilah ia secara baik, sesuai dengan yang diharuskan menurut syari’at ALLAH. Terimalah ia sepenuh hati, kelebihan dan kekurangannya, karena ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah memerintahkan demikian:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
(Dan gaulilah isteri-isterimu dengan cara yang ma’ruf. Maka seandainya kalian membenci mereka, karena boleh jadi ada sesuatu yang kalian tidak sukai dari mereka, sedangkan ALLAH menjadikan padanya banyak kebaikan.) (An-Nisaa’:19)
Dan ingatlah pula wasiat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
إستوصوا بالنساء خيرا فإنهن عوان عندكم
(Pergaulilah isteri-isteri dengan baik. Karena sesungguhnya mereka itu mitra hidup kalian)
Dan perlakuanmu terhadap isterimu ini menjadi cermin kadar keimananmu, sebagaimana Sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-;
أكمل المؤمن إيمانا أحسنهم خلقا و خياركم خياركم لنساءهم (الترمذي عن ابي هريرة)
(Mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya)
Dan kamu sebagai laki-laki adalah pemimpin di dalam rumah tangga.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
(Lelaki itu pemimpin bagi wanita disebabkan ALLAH telah melebihkan yang satu dari yang lainnya dan disebabkan para lelaki yang memberi nafkah dengan hartanya.) (An-Nisaa’: 34)
Maka agar kamu dapat memimpin rumah tanggamu, penuhilah syarat-syaratnya, berupa kemampuan untuk menafkahi, mengajari, dan mengayomi. Raihlah kewibawaan agar isterimu patuh di bawah pimpinanmu. Jadilah suami yang bertanggungjawab, arif dan lemah lembut , sehingga isterimu merasa hangat dan tentram di sisimu. Berusahalah sekuat tenaga menjadi teladan yang baik baginya, sehingga ia bangga bersuamikan kamu. Ya, inilah sa’atnya untuk membuktikan bahwa kamu laki-laki sejati, laki-laki yang bukan hanya lahirnya.
Kepada putriku
Saya ingatkan kepadamu akan sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- :
عن أبي هريرة؛ قال:- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
إذا أتاكم من ترضون خلقه ودينه فزوجوه. إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض
Jika datang kepadamu (-wahai para orang tua anak gadis-) seorang pemuda yang kau sukai akhlaq dan agamanya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan menyebarnya kerusakan di muka bumi.” (HR: Ibnu Majah)

Dan semoga -tentunya- calon suamimu datang dan diterima karena agama dan akhlaqnya, bukan karena yang lain. Maka hendaknya kau luruskan pula niatmu. Sambutlah dia sebagai suami sekaligus pemimpinmu. Jadikanlah perkawinanmu ini sebagai wasilah ibadahmu kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Camkanlah sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
لو كنت أمرا أحد ان يسجد لأحد لأمرت المرءة ان تسجد لزوجها (الترم1ي عن ابي هريرة)
(Seandainya aku boleh memerintahkan manusia untuk sujud kepada sesamanya, sungguh sudah aku perintahkan sang isteri sujud kepada suaminya.)
Karenanya sekali lagi saya nasihatkan , wahai putriku…
Terima dan sambutlah suamimu ini dengan sepenuh cinta dan ketaatan.
Layani ia dengan kehangatanmu…
Manjakan ia dengan kelincahan dan kecerdasanmu…
Bantulah ia dengan kesabaran dan doamu…
Hiburlah ia dengan nasihat-nasihatmu…
Bangkitkan ia dengan keceriaan dan kelembutanmu…
Tutuplah kekurangannya dengan mulianya akhlaqmu…
Manakala telah kamu lakukan itu semua, tak ada gelar yang lebih tepat disandangkan padamu selain Al Mar’atush-Shalihah, yaitu sebaik-baik perhiasan dunia. Sebagaimana Sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
الدنيا متاع وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة ( مسلم)
(Dunia tak lain adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang sholihah.)
Inilah satu kebahagiaan hakiki -bukan khayali- yang diidam-idamkan oleh setiap wanita beriman. Maka bersyukurlah, sekali lagi bersyukurlah kamu untuk semua itu, karena tidak semua wanita memperoleh kesempatan sedemikian berharga. Kesempatan menjadi seorang isteri, menjadi seorang ibu. Terlebih lagi, adanya kesempatan, diundang masuk ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki. Yang demikian ini mungkin bagimu selagi kamu melaksanakan sholat wajib lima waktu -cukup yang lima waktu-, puasa -juga cukup yang wajib- di bulan Ramadhan, menjaga kemaluan -termasuk menutup aurat- , dan ta’at kepada suami. Cukup, cukup itu. Sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
إذا صلت المرأة خمسها وصامت شهرها وحفظت فرجها وأطاعت زوجها
قيل لها: ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت (أحمد عن عبدالرحمن بن عوف)
(Jika seorang isteri telah sholat yang lima, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan ta’at kepada suaminya. Dikatakan kapadanya: Silahkan masuk ke dalam Surga dari pintu mana saja yang engkau mau.)
Anak-anakku…,
Melalui rangkaian ayat-ayat suci Al Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi Yang Mulia, kami semua yang hadir di sini mengantarkan kalian berdua memasuki gerbang kehidupan yang baru, bersiap-siap meninggalkan ruang tunggu, dan mengakhiri masa penantian kalian yang lama. Kami semua hanya dapat mengantar kalian hingga di dermaga. Untuk selanjutnya, bahtera rumah-tangga kalian akan mengarungi samudra kehidupan, yang tentunya tak sepi dari ombak, bahkan mungkin badai.
Karena itu, jangan tinggalkan jalan ketaqwaan. Karena hanya dengan ketaqwaan saja ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa akan mudahkan segala urusan kalian, mengeluarkan kalian dari kesulitan-kesulitan, bahkan mengaruniai kalian rizki.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
(Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan berikan bagi nya jalan keluar dan mengaruniai rizki dari sisi yang tak terduga.)
(Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan mudahkan urusannya.)
Bersyukurlah kalian berdua akan ni’mat ini semua. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah mengarunia kalian separuh dari agama ini, ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah mengarunia kalian kesempatan untuk menjalankan syari’at-NYA yang mulia, ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa juga telah mengaruniai kalian kesempatan untuk mencintai dan dicintai dengan jalan yang suci dan terhormat.
Ketahuilah, bahwa pernikahan ini menyebabkan kalian harus lebih berbagi. Orang tua kalian bertambah, saudara kalian bertambah, bahkan sahabat-sahabat kalian pun bertambah, yang kesemua itu tentu memperpanjang tali silaturahmi, memperlebar tempat berpijak, memperluas pandangan, dan memperjauh daya pendengaran. Bukan saja semakin banyak yang perlu kalian atur dan perhatikan, sebaliknya semakin banyak pula yang akan ikut mengatur dan memperhatikan kalian. Maka, barang siapa yang tidak kokoh sebagai pribadi dia akan semakin gamang menghadapi kehidupannya yang baru.
Ketahuilah, bahwa anak-anak yang sholeh dan sholehah yang kalian idam-idamkan itu sulit lahir dan tumbuh kecuali di dalam rumah tangga yang sakinah penuh cinta dan kasih sayang. Dan tentunya tak akan tercipta rumah-tangga yang sakinah, kecuali dibangun oleh suami yang sholeh dan isteri yang sholehah.
Akan tetapi, wahai anak-anakku, jangan takut menatap masa depan dan memikul tanggung jawab ini semua. Jangan bersedih dan berkecil hati jika kalian menganggap bekal yang kalian miliki sekarang ini masih sangat kurang. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa berfirman:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
(Artinya: “Dan janganlah berkecil hati juga jangan bersedih. Padahal kalian adalah orang-orang yang mulia seandainya sungguh-sungguh beriman.”) (Ali Imran: 139)
Ya, selama masih ada iman di dalam dada segalanya akan menjadi mudah bagi kalian. Bukankah dengan pernikahan ini kalian bisa saling tolong-menolong di dalam kebajikan dan taqwa. Bukankah dengan pernikahan ini kalian bisa saling menutupi kelemahan dan kekurangan masing-masing. Bersungguh-sungguhlah untuk itu, untuk meraih segala kebaikan yang ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa sediakan melalui pernikahan ini. Jangan lupa untuk senantiasa memohon pertolongan kepada ALLAH. kemudian jangan merasa tak mampu atau pesimis. Jangan, jangan kalian awali kehidupan rumah tangga ini dengan perasaan lemah !
احرص على ما ينفعك. واستعن بالله ولا تعجز
(Bersungguh-sungguhlah kepada yang bermanfa’at bagimu, mohonlah pertolongan kepada ALLAH, dan jangan merasa lemah!) (HR: Ibnu Majah)

Terakhir, ingatlah bahwa nikah merupakan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, sebagaimana sabdanya:
النكاح من سنتي فمن رغب عن سنتي فليس مني
(Nikah itu merupakan bagian dari Sunnahku. Maka barang siapa berpaling dari Sunnahku, ia bukanlah bagian dari umatku.)
Maka janganlah justru melalui pernikahan ini atau setelah aqad ini kalian justru meninggalkan Sunnah untuk kemudian bergelimang di dalam berbagai bid’ah dan kema’shiyatan.

Kepada besanku…
Terimalah masing-masing mereka sebagai tambahan anak bagi kita. Ma’lumilah kekurangan-kekurangannya, karena mereka memang masih muda. Bimbinglah mereka, karena inilah saatnya mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya.
Wajar, sebagaimana seorang anak bayi yang sedang belajar berdiri dan berjalan, tentu pernah mengalami jatuh untuk kemudian bangkit dan mencoba kembali. Maka bantulah mereka sampai benar-benar kokoh untuk berdiri dan berjalan sendiri.
Bantu dan bimbing mereka, tetapi jangan mengatur. Biarkan.., Karena sepenuhnya diri mereka dan keturunan yang kelak lahir dari perkawinan mereka adalah tanggung-jawab mereka sendiri di hadapan ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa. Hargailah harapan dan cita-cita yang mereka bangun di atas ilmu yang telah sampai pada mereka.
Keterlibatan kita yang terlalu jauh dan tidak pada tempatnya di dalam persoalan rumah tangga mereka bukannya akan membantu. Bahkan sebaliknya, membuat mereka tak akan pernah kokoh. Sementara mereka dituntut untuk menjadi sebenar-benar bapak dan sebenar-benar ibu di hadapan…dan bagi anak-anak mereka sendiri.
Ketahuilah, bahwa bukan mereka saja yang sedang memasuki kehidupannya yang baru, sebagai suami isteri. Kita pun, para orang tua, sedang memasuki kehidupan kita yang baru, yakni kehidupan calon seorang kakek atau nenek – insya الله. Maka hendaknya umur dan pengalaman ini membuat kita,…para orang tua, menjadi lebih arif dan sabar, bukannya semakin pandir dan dikuasai perasaan. Pengalaman hidup kita memang bisa jadi pelajaran, tetapi belum tentu harus jadi acuan bagi mereka.
Jika kelak -dari pernikahan ini- lahir cucu-cucu bagi kita. Sayangilah mereka tanpa harus melecehkan dan menjatuhkan wibawa orang tuanya. Berapa banyak cerita di mana kakek atau nenek merebut superioritas ayah dan ibu. Sehingga anak-anak lebih ta’at kepada kakek atau neneknya ketimbang kepada kedua orang tuanya. Sungguh, akankah kelak cucu-cucu kita menjadi anak-anak yang ta’at kepada orang tuanya atau tidak, sedikit banyak dipengaruhi oleh cara kita memanjakan mereka.
Kepada semua, baik yang pernah mengalami peristiwa semacam ini, maupun yang sedang menanti-nanti gilirannya, marilah kita do’akan mereka dengan do’a yang telah diajarkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
 
 
بارك الله لك وبارك عليك وجمع بينكما في خير
فأعتبروا يا أولي الأبصار
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لاإله إلاأنت أستغفرك وأتوب إليك
 
 

" resent post "