Ali Ibn Abi Talib bercerita:
Suatu hari di Masjid Nabawi Rasulullah mengajari Ibn Abbas perihal capaian-capaian dan syarat-syarat seseorang untuk menjadi kekasih Allah:Jagalah hak dan kewajibanmu terhadap Allah, Allah akan menjagamu
Jagalah hak dan kewajibanmu terhadap Allah, Dia akan menyertai setiap langkah dan usahamu.
Jika kau meminta, mintalah kepada Allah.
Jika kau memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.
Ketahuilah; seandainya semua umat berkumpul untuk memberimu kebahagian, ingatlah bahwa kebahagian tidak akan pernah terwujud kecuali Allah sudah menentukan terhadap dirimu. Dan seandainya segenap manusia berusaha mencelakakanmu, hal itu tidak akan pernah terjadi kecuali Allah telah menggariskan mara bahaya itu terhadapmu.
Jagalah hak dan kewajiban terhadap Allah, Dia akan selalu berada di depanmu.
Ingatlah akan Allah pada saat kau lapang dalam kesenangan, dan Allah akan mengingatmu dalam kesedihan dan himpitan.
Ketahuilah apa yang menimpamu, bukanlah hukuman atas kesalahanmu, dan kesalahanmu belum tentu menyebabkan musibahmu..
Sesungguhnya bersama kesedihan itu ada kesenangan.
Sesungguhnya bersama kesempitan itu ada kelapangan.
Sesungguhnya bersama kesusahan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya kesabaran akan melahirkan kemenangan.
Imam asy-Syafii berkata dalam bait-bait syairnya:
Tiada persinggahan bagi seorang insan setelah kematiannya, kecuali persinggahan yang sudah dibangunnya sebelum kematian.
Bila pondasi persinggahan itu dibangun dengan kebaikan, akan kokoh.
Jika dibangun dengan amal keburukan, akan rapuh.
Nafsu mendorong untuk mencintai dunia.
Sedangkan kebahagian adalah meninggalkan kesenangan duniawi.
Bergegaslah untuk menanam ketakwaan diri,
Maka kau akan memetik buahnya setelah kematian.
Jika semua laku seseorang, lahir maupun batin, sudah (sampai)pada purna tawajjuh-nya, maka kasih Allah akan selalu menyertainya, Allah akan menyibakkan tirai karamah (kelebihan) dan ilmu-ilmu Allah yang tersirat.
Semua itu lahir dari buah ketulusan dan keikhlasannya dalam beribadah, dan Allah mengganti ketulusan itu dengan Taufiq-Nya.
Dan bila kesalehan ritual itu disertai dengan kesalehan sosial, Allah akan menuntun pendengaran dan pengelihatan kekasih-Nya kepada hal-hal yang dicintai-Nya.
“Allah adalah pemimpin bagi orang-orang yang beriman, yang membawa mereka dari jalan kegelapan menuju jalan terang benderang.” (Q.S. 2:257)
Sumber : Hadiqah al-Awliya (Tajuddin Naufal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar