بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم : « كَانَ يَتَعَوَّذُ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَدُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ وَنَفْسٍ لَا تَشْبَعُ » (رواه النسائي )
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallohu anhuma bahwasanya Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam berlindung dari empat perkara: 1) Ilmu yang tidak bermanfaat, 2) Hati yang tidak khusyu’, 3) Doa yang tidak didengar, 4) Jiwa yang tidak kenyang . (HR. Nasaai)
TAKHRIJUL HADITS :
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Nasaai dengan sanad yang shohih dalam As Sunan (Al Mujtaba); Kitab Al Isti’adzah; bab Al Isti’adzah Min Qalbin Laa Yakhsya’ , juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad ; Kitab Musnad Al Muktsirina min Ash Shohabah; Bab Musnad Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash; dan diriwayatkan pula oleh Tirmidzi dalam As Sunan; Kitab Ad Da’awaat ‘an Rasulillah; Bab Maa Jaa fii Jaami’ ad Da’awaat ‘anin Nabi . Hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh beberapa imam lainnya dari beberapa sahabat Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam namun dengan matan (redaksi) hadits yang sedikit berbeda, diantaranya Imam Muslim dari sahabat Zaid bin Arqam radhiyallohu anhu dengan matan yang lebih lengkap, Ibnu Hibban dalam Shohihnya dari hadits Jabir bin Abdillah radhiyallohu anhuma, Abu Hurairah radhiyallohu anhu juga meriwayatkan hadits semacam ini dan dikeluarkan oleh Abu Daud, Nasaai, Ibnu Majah dan Hakim. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Hakim dalam Al Mustadrak dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallohu anhu.
BIOGRAFI SINGKAT SAHABAT PEROWI HADITS
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash bin Wa-il bin Hasyim bin Su’aid bin Sahm bin ‘Amr bin Hushaish bin Ka’ab bin Luay Al Qurasyi As Sahmi. Kuniyah beliau yang terkenal adalah Abu Muhammad, ada juga yang mengatakan Abu Abdirrahman dan ada yang menyebut dengan Abu Nushair.
Ayah beliau juga seorang sahabat Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam yang terkenal ‘Amru bin Al ‘Ash radhiyallohu anhu, menurut Imam Muhammad bin Sa’ad bahwa Abdullah bin ‘Amr masuk Islam sebelum ayah beliau dan selisih antara umur beliau dengan umur ayah beliau hanya 12 tahun.
Beliau banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam dan menuliskannya dalam buku yang dinamakan dengan Ash Shahifah Ash Shodiqah. Beliau juga terkenal sebagai ahli ibadah dan kisah-kisah tentang ibadah beliau serta semangat beliau dalam beribadah sangat banyak disebutkan dalam buku-buku para ulama yang membicarakan biografi beliau secara lengkap (Sebagai contoh, baca : Al Ishobah (4/165) dan Shifah Ash Shafwah (1/333-335)).
Beliau wafat tahun 65 H dalam usia 72 tahun di negeri Syam, ada juga pendapat lain yang mengatakan beliau wafat di Mekkah, Thoif atau di Mesir, wallohu a’lam.
Semoga Allah senantiasa meridhoi beliau dan merahmatinya.
SYARAH HADITS
Hadits ini menyebutkan diantara isti’adzah yang pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam. Makna Al Isti’adzah adalah berlindung kepada Allah dari segala sesuatu yang jahat dan ditakuti. Al isti’adzah merupakan salah satu bentuk doa karena itu dia hanya ditujukan kepada Allah dan memalingkan ibadah ini kepada selain Allah termasuk diantara bentuk syirik yang besar.
Dalam hadits ini Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam berlindung dari empat perkara :
1) Ilmu yang tidak bermanfaat
Yaitu ilmu yang tidak mendatangkan manfaat bagi pemiliknya bahkan dapat menjadi sebab dirinya akan disiksa di hari kiamat. Pada prinsipnya ilmu dipelajari untuk memberi manfaat bagi kita di dunia dan di akhirat oleh sebab itu Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam mengajarkan salah satu dzikir yang dianjurkan untuk dibaca setiap paginya setelah mengerjakan shalat shubuh:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezki yang baik dan amalan yang diterima” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
[Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam As Sunan; Kitab Iqamah Ash Sholah, Bab Maa yuqalu ba'da At Taslim (925), juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Al Musnad; Kitab Baqi Musnad Al Anshor; Bab Musnad Ummi Salamah. Dalam kedua sanad hadits ini ada kelemahan karena terdapat seorang perowi yang mubham (tidak disebutkan namanya) yaitu Maula Ummi Salamah , namun demikian hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh Abdul Qadir dan Syuaib Al Arnouth karena memiliki syahid (pendukung) dalam riwayat Thobrani di Al Mu'jam Ash Shoghir dengan sanad yang shohih , lihat Tahqiq Zaadul Ma'ad ( 2/342)]
Para ulama kita menyebutkan beberapa makna ilmu yang tidak bermanfaat diantaranya :
a. Ilmu yang diharamkan untuk dipelajari seperti ilmu sihir
Allah Azza wa Jalla berfirman (artinya) :
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia…(QS. Al Baqarah 102)
Ayat ini merupakan salah satu dalil yang disebutkan oleh para ulama kita dalam menetapkan bahwa mempelajari sihir hukumnya haram dan menjerumuskan pelakunya pada kekufuran(lihat Tafsir Al Qurthubi). Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan : “Mempelajari sihir dan mengajarkannya hukumnya haramnya kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang hal ini”(Al Mughni (12/300))
Dan Allah Azza wa Jalla telah menegaskan bahwa ilmu sihir adalah ilmu yang tidak bermanfaat, sebagaimana dalam lanjutan ayat di atas :
“…Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. …(QS. Al Baqarah 102)
Jika sekadar mempelajarinya sudah merupakan kekufuran maka apatah lagi mengajarkan dan menyebarkan ilmu tersebut. Namun akhir-akhir ini ilmu sihir kembali diminati oleh banyak orang bahkan semakin dipromosikan dan dikomersialkan lewat berbagai media massa baik itu cetak maupun elektronik. Para dukun, tukang sihir, paranormal dan yang sejenisnya didatangi dari berbagai tempat yang sangat jauh padahal hal tersebut sangat berbahaya bagi keislaman seseorang karena mendatangi mereka akan mengakibatkan shalat seseorang tidak diterima selama 40 hari dan jika membenarkan perkataan mereka maka akan menjatuhkan seseorang kepada kekufuran.(Lihat penjelasannya secara rinci dalam kitab Al Qaul Al Mufid oleh Syaikh Al Utsaimin (2/5-92))
b. Ilmu yang tidak dibutuhkan;
sebagaimana halnya orang yang menyibukkan diri mereka pada ilmu kalam dan filsafat. Ilmu seperti ini tidak dibutuhkan sama sekali bahkan justru hanya menimbulkan keraguan terhadap suatu kebenaran atau senantiasa menimbulkan keheranan dan kebingungan bagi orang yang menekuninya. Lahirnya pemahaman yang senantiasa mengedepankan akal di atas dalil sebagaimana yang diusung oleh penganut paham liberal adalah salah satu buah dari menyibukkan diri dan tenggelam dalam ilmu kalam dan filsafat.
Para ulama salaf telah memperingatkan akan bahaya menyibukkan diri dengan ilmu kalam, sebagaimana dalam beberapa atsar berikut ini :
* Imam Ahmad berkata : “Tidak akan beruntung selama-lamanya ahli ilmu kalam” .
* Imam Syafi’i menegaskan : “Hukuman yang saya tetapkan bagi para ahli ilmu kalam adalah mereka diarak mengelilingi kabilah-kabilah dan dikatakan kepada mereka ini balasan bagi orang meninggalkan Al Quran dan As Sunnah serta menyibukkan diri dengan ilmu Kalam.”
* Beliau juga pernah mengatakan : “Hukuman yang saya tetapkan bagi para ahli ilmu kalam sebagaimana hukuman yang diberlakukan Umar radhiyallohu anhu kepada Shabigh”.[ Shabigh adalah seorang yang hidup pada zaman khalifah Umar bin Khatthab radhiyallohu anhu, dia selalu bertanya tentang ayat-ayat mutasyabihat dalam Al Quran. Mendengarkan hal itu Umar radhiyallohu anhu memanggilnya dan menyediakan baginya pelepah kurma lalu beliau memukul kepalanya hingga berdarah (sebagian riwayat mengatakan sebanyak 100 kali ), akhirnya Shabigh mengatakan kepada Umar radhiyallohu anhu : "Cukuplah wahai amirul Mu'minin telah hilang apa yang selama ini ada di kepala saya" . Kemudian Umar radhiyallohu anhu memerintahkan untuk mengasingkannya ke Bashrah dan melarang manusia untuk bergaul dengannya hingga dia benar-benar bertaubat dan ruju' dari pemikirannya. Lihat kisahnya secara lengkap dalam Sunan Ad Darimi ; KitabAl Muqaddimah ; Bab Man Haaba Al Futya wa Kariha At Tanaththu' wa At Tabaddu' ; no 144]
* Imam Malik mengatakan : “Seandainya Al Kalam termasuk kategori ilmu (yang disyariatkan) maka tentu para sahabat yang lebih dahulu membicarakannya (membahasnya) akan tetapi Al Kalam adalah sebuah kebatilan dan mengajak pada kebatilan”
* Imam Abu Yusuf berkomentar : “Mengilmui al kalam adalah bentuk kejahilan seseorang dan jahil terhadap ilmu Kalam adalah tanda ilmu seseorang”
* Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah dalam bantahan beliau terhadap ahli mantiq mengatakan : “Saya senantiasa mengetahui bahwa Ilmu Mantiq Yunani tidak dibutuhkan (untuk dipelajari) oleh seorang yang cerdas dan orang yang bodoh tidak akan mengambil manfaat darinya”
Dari atsar-atsar tersebut sangat jelaslah bagi kita bahwa Ilmu Kalam bukanlah ilmu yang diperintahkan untuk dipelajari bahkan jika seseorang tidak mengetahui ilmu tersebut maka itu diantara ciri kebaikannya. Sejarah dari dahulu hingga sekarang telah membuktikan bahwa ilmu Kalam tidak mendatangkan kebahagiaan bagi pemiliknya melainkan mengantarkan kebingungan dan keputusasaan, hal ini telah diakui sendiri oleh orang-orang yang pernah bergelut dengannya sebagaimana yang disebutkan dalam biografi mantan tokoh mereka seperti Fakhrur Rozi dan Imam Ghazali].
c. Diantara makna ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang walaupun dari segi dzat atau materinya adalah kebenaran dan kebaikan yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah namun pemiliknya tidak mengambil manfaat darinya; tidak diamalkan, tidak diajarkan dan tidak merubah perangai dan akhlaknya.
Imam Hasan Al Bashri pernah mengatakan: “Ilmu itu ada dua macam : ilmu yang ada dalam hati; itulah ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang hanya ada pada lisan yang merupakan hujjah (alasan) bagi Allah untuk menyiksa seorang hamba”. [Atsar Hasan Al Bashri ini diriwayatkan oleh Imam Ad Darimi dalam As Sunan dengan sanad yang shohih, Kitab Al Muqaddimah; Bab At Tawbikh Liman Yathlubul 'Ilma Lighairillah) Maksud perkataan beliau bahwa ilmu lisan adalah ilmu yang sekadar teori yang diucapkan namun tidak diikuti dengan pengamalan dan tidak melahirkan kekhusyu'an dalam hati adapun ilmu hati adalah ilmu yang mampu mentazkiyah hatinya dan mengkhusyu'kannya sehingga melahirkan amalan-amalan yang sholih. Sebagian salaf pernah mengatakan : "Sebuah perkataan jika benar-benar berasal dari hati yang suci maka akan mengena pada hati-hati pendengar namun jika hanya keluar dari lisan seseorang maka juga hanya akan singgah di pendengaran"
Diantara fenomena yang perlu dikhawatirkan pada ummat kita sekarang ini banyaknya para penuntut ilmu syar'i menjadikan ilmu hanyalah sebagai sarana untuk menggapai materi keduniaan sehingga hal yang menjadi prioritas bagi mereka adalah bagaimana mereka mampu menguasai Al Quran dan As Sunnah untuk dijadikan bahan ceramah kemudian disertai dengan mempelajari trik-trik berkomunikasi yang efektif agar dakwahnya mampu memikat para pendengar. Maka lahirlah begitu banyak para da'i yang mampu memikat para pendengar namun mereka sangat jauh dari apa yang mereka katakan.[Saat ini semakin terbuka sarana untuk melahirkan da'i-da'i model ini dengan diadakannya kontes para da'i di sebagian program TV dimana mereka mencampurkan antara al haq dan al bathil , mencampurkan antara Quran Allah dengan Quran Syaitan (nyanyian dan musik) , Wallohul Musta'an wa Ilaihi Al Musytaka !!!) Inilah hakikat ilmu lisan yang diperingatkan oleh Imam Hasan Al Bashri rahimahullah].
Dalil-dalil berikut hendaknya menjadi peringatan bagi setiap penuntut ilmu syar’i dan para da’i :
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebutkan beberapa sifat yang tercela yang dimiliki oleh orang Bani Israil (artinya) :
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al Baqarah : 44)
Firman Allah dalam Surah Ash Shaff : 2 -3 (artinya) :
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.
Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam menceritakan salah satu dari pemandangan yang beliau saksikan pada saat Isra’ Mi’raj :
مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ قُلْتُ مَا هَؤُلَاءِ قَالَ هَؤُلَاءِ خُطَبَاءُ أُمَّتِكَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا كَانُوا يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُونَ (رواه أحمد)
“Pada saat Isra’ Mi’raj saya melewati sebuah kaum yang menggunting-gunting bibir-bibir mereka dengan gunting-gunting neraka, aku bertanya kepada Jibril : “Apa yang mereka lakukan itu ?” . Jibril menjawab : Mereka adalah para khatib dari kalangan ummatmu yang sewaktu di dunia mereka senantiasa mengajak manusia kepada kebaikan namun mereka melupakan diri mereka sendiri padahal mereka membaca Al Quran apakah mereka tidak memahami?” (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam menceritakan diantara pemandangan yang mengerikan di hari kiamat :
يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَا فُلَانُ مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ فَيَقُولُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ (متفق عليه )
“Pada hari kiamat akan didatangkan seorang laki-laki lalu dilemparkan ke dalam neraka hingga terburai ususnya lalu dia mengitari neraka sebagaimana keledai yang mengitari penggilingan, maka para penduduk neraka mengelilinginya seraya bertanya : “Wahai Fulan, (mengapa keadaanmu demikian) bukankah kamu dulu senantiasa mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran”? Dia menjawab : “Ya, dulu (di dunia) aku mengajak kepada kebaikan namun aku tidak melaksanakannya dan aku cegah manusia dari kemungkaran lalu aku yang mengerjakannya” (HR. Bukhari dan Muslim)
2) Hati yang tidak khusyu’
Perkara kedua yang Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam meminta perlindungan darinya adalah dari hati yang tidak khusyu’. Hati yang tidak khusyu’ adalah hati yang tidak mampu mentadabburi ayat-ayat Allah dan tidak merasakan ketenangan pada saat berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla.
Allah Azza wa Jalla berfirman dalam beberapa ayat-Nya tentang ciri-ciri orang yang beriman (artinya):
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(QS. Ar Ra’ad : 28)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Rabblah mereka bertawakkal. (QS. Al Anfaal : 2)
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya…(QS. Az Zumar : 22)
Sebaliknya orang-orang kafir terutama orang Yahudi adalah orang-orang yang memiliki hati yang keras, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan dalam beberapa ayat-Nya :
Kemudian setelah itu hatimu (kaum Bani Israil) menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (QS. Al Baqarah : 74)
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al Hadid : 16)
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS. Az Zumar : 22)
Diantara hal yang sangat prinsip bagi seorang mu’min adalah wajib baginya untuk tidak bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dalam segala hal baik dalam penampilan zhahir maupun yang batin. Janganlah kita menjadi seorang yang sangat berbeda dengan orang kafir dari sisi penampilan zhohir namun hatinya diterlantarkan dan tidak diberikan kebutuhannya sehingga menjadi hati yang sakit atau bahkan hati yang mati. Wal’iyadzu billahi.
3) Doa yang tidak didengarkan
Ini salah satu musibah yang terbesar bagi seorang hamba ketika doa dan permintaannya tidak lagi didengar oleh Allah, karena kita adalah hamba yang sangat fakir di hadapan-Nya. Maksud dari doa yang tidak didengarkan adalah doa yang tidak dikabulkan bukan berarti Allah tidak mampu mendengarkan permintaannya, karena Allah Maha Mendengar segala sesuatu. Dalam Al Quran Allah Azza wa Jalla telah menjamin untuk senantiasa menerima dan mengabulkan permintaa hamba-Nya, akan tetapi kadang ada doa yang tidak diterima disisi-Nya disebabkan beberapa faktor, antara lain:
a. Doa untuk perbuatan dosa dan memotong tali silaturahim sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam :
لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ (رواه مسلم )
“Seorang hamba senantiasa akan dikabulkan doanya selama dia tidak berdoa untuk suatu dosa dan memutuskan silaturahmi” (HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallohu anhu)(11)
b. Tergesa-gesa untuk melihat hasil dari doanya
Rasulullah shallalohu alaihi wa sallam bersabda :
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي (متفق عليه)
“Seorang diantara kalian akan diterima doanya selama dia tidak tergesa-gesa (melihat hasilnya) yaitu dia mengatakan aku telah berdoa namun belum dikabulkan permintaanku” (HR. Bukhari dan Muslim)(12)
c. Harta yang dimilikinya semuanya berasal dari barang yang haram
… الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ (رواه مسلم)
(Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam menceritakan) seseorang yang mengadakan perjalanan dalam waktu yang lama pakaian dan rambutnya telah lusuh berdebu dia menadahkan tangannya ke atas langit seraya berkata : Ya Rabb, ya Rabb, namun makanannya berasal dari harta yang haram, minumannya juga dari yang haram, pakaiannya juga berasal dari yang haram serta dia telah dikenyangkan dengan yang haram maka bagaimana mungkin doanya akan diterima” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu)(13)
d. Meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ (رواه الترمذي )
Dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallohu anhu dari Nabi shallallohu alaihi wa sallam bersabda : “Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya kalian bersungguh-sungguh untuk beramar ma’ruf nahi mungkar atau sudah dekat masanya Allah mengutus atas kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya lalu Allah tidak mengabulkan doa-doa kalian”
(HR. Tirmidzi)(14)
4) Jiwa yang tidak kenyang
Yang dimaksud di sini adalah jiwa yang tidak pernah puas dan bersyukur atas nikmat Allah yang sifatnya duniawi, adapun tidak pernah puas terhadap kenikmatan ukhrawi dan ingin agar selalu ditambahkan kepadanya maka hal tersebut disyariatkan sebagaimana firman Allah :
“…dan katakanlah: “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”
(QS. Thaha : 114)
Dunia adalah kesenangan yang menipu dan kebanyakan anak manusia tidak pernah merasa puas dan kenyang terhadap nikmat duniawi serta rakus akan harta sehingga mereka senantiasa berlomba-lomba untuk mendapatkan dunia sebanyak-banyaknya walaupun dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam syariat. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam menyebutkan gambaran keadaan ini :
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : وَلَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَانِيًا وَلَوْ كَانَ لَهُ ثَانِيًا لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ (رواه الترمذي و أحمد
Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallohu anhu bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda : “Seandainya anak cucu Adam memiliki harta (emas) sebanyak satu lembah tentu dia akan mencari lagi harta sebanyak itu dan seandainya dia telah memiliki harta sebanyak dua lembah tentu dia akan mencari yang ketiga padahal tidak ada yang memenuhi perut seorang manusia (pada saat dia meninggal dunia) kecuali tanah dan Allah menerima taubat hamba-Nya yang bertaubat” (HR. Tirmidzi dan Ahmad) [ Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam As Sunan; Kitab Manaqib 'an Rasulillah; Bab Manaqib Muadz, Zaid bin Tsabit wa Ubay bin Ka'ab (3793) dan Imam Ahmad dalam Al Musnad ; Kitab Musnad Al Anshor; Bab Hadits Zirr bin Hubays 'an Ubay bin Ka'ab . Hadits semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik radhiyallohu anhu)
Ath Thibi ketika menerangkan hadits ini mengatakan bahwa maknanya: "Anak cucu Adam memiliki tabiat mencintai harta dan senantiasa berusaha untuk mendapatkannya serta tidak pernah kenyang darinya kecuali orang yang telah Allah jaga dan selamatkan jiwanya dari sifat ini dan mereka itu sangat sedikit" [Lihat : Tuhfatul Ahwadzi (6/519)]
Hadits Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam di atas sangat relevan dengan keadaan kita sekarang dimana ketika negeri kita menghadapi berbagai macam krisis moneter yang berkepanjangan, maka diserukan kepada seluruh rakyat untuk hidup hemat namun ironinya sebagian dari wakil-wakil rakyat yang berkantong tebal justru menghabiskan dana yang besar untuk sekadar melancong ke negri-negeri kafir dengan tujuan berbelanja bahkan yang lebih menggelikan sekaligus menyedihkan mereka tanpa malu-malu menuntut untuk dinaikkan gaji mereka yang sudah sangat besarnya bahkan begitu banyak diantara mereka yang terjatuh dalam praktek suap dan korupsi, Wallohul Musta’an.
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Ada beberapa faidah dan pelajaran penting yang dapat kita petik dari hadits yang mulia ini, diantaranya :
1. Disyariatkan berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari empat perkara di atas
2. Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam adalah seorang manusia yang senantiasa menampakkan penghambaannya dan pengagungannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala
3. Pelajaran yang berharga bagi setiap pribadi dari ummat ini untuk senantiasa diliputi oleh rasa takut kepada Allah Azza wa Jalla dan menyadari eksistensinya sebagai seorang hamba yang fakir di hadapan Rabb-Nya
4. Anjuran dan pelajaran bagi ummat Islam untuk banyak berdoa dengan doa di atas karena pada hakikatnya Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam menyebut doa ini untuk kepentingan kita karena beliau seorang yang ma’shum (terjaga) dari keempat perkara di atas
5. Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa larangan bersajakYang dimaksudkan bersajak pada doa adalah berdoa dengan kalimat-kalimat yang huruf-huruf akhirnya selalu sama, seperti contoh di atas dimana Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam berlindung kepada empat perkara yang semuanya berakhir dengan huruf ‘ain (ع). Larangan bersajak pada saat berdoa disebutkan dalam sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berkenaan dengan beberapa wasiat Ibnu Abbas kepada Ikrimah diantaranya : “Jauhilah bersajak pada saat berdoa karena saya mendapati Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam dan para sahabat senantiasa menjauhinya”. Atsar ini disebutkan oleh Imam Bukhari dalam Ash Shohih; Kitab Ad Da’awaat; bab Maa Yukrahu Min As Saj’i Fid Du’aa (Dimakruhkannya Bersajak Pada saat Doa] namun dikhususkan bagi mereka yang memaksa-maksakan diri bersajak pada saat doa, adapun seseorang yang memiliki lisan yang fasih dan cita rasa bahasa Arab yang tinggi sehingga berdoa dengan bahasa yang sangat teratur dan bersajak tanpa dipaksa-paksakan maka hal itu dibolehkan.
wallohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar