Ilmu adalah Obat bagi Semua Penyakit Hati
Oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Sesungguhnya hati itu didatangi dua penyakit silih berganti. Apabila keduanya menguasai hati, maka itu adalah kebinasaan dan kematiannya, yaitu penyakit syahwat dan penyakit syubhat. Kedua hal ini merupakan pangkal penyakit manusia kecuali mereka yang diselamatkan oleh Allah. Allah subhanahu wata’ala telah menyebutkan kedua penyakit ini dalam Kitab-Nya. Penyakit syubhat merupakan penyakit yang paling sulit dan paling mematikan hati. Allah berfirman tentang orang-orang munafik,
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
"Dalam hati mereka ada penyakit. Lalu ditambah Allah penyakitnya." (Al-Baqarah: 10)
Allah berfirman,
وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْكَافِرُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلا
"Dan supaya orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir berkata, 'Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?'" (al-Mudatstsir: 31)
"Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya." (al-Hajj: 53)
Dalam ketiga tempat ini yang dimaksud dengan penyakit hati, ialah penyakit kebodohan dan syubhat. Adapun penyakit syahwat, terdapat dalam firman Allah,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ
"Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain, jika kamu bertakwa. Maka, janganlah kamu tunduk berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hati." (al-Ahzaab: 32)
Artinya, janganlah kamu lemah lembut dalam berbicara sehingga orang yang ada kejahatan dan nafsu zina dalam hatinya berkeinginan untuk melakukan hal itu kepadamu. Mereka mengatakan bahwa perempuan apabila berbicara dengan orang asing hendaklah mengeraskan nada suara dan menguatkannya, tidak melembutkannya. Karena hal itu bisa menjauhkan kepenasaran dan keinginan. Hati juga memiliki penyakit lain seperti riya, takabur, hasad, bangga diri, congkak, cinta kepemimpinan dan kedudukan di muka bumi. Penyakit ini bagian dari penyakit syubhat dan syahwat. Hal ini timbul pasti karena adanya khayalan batil dan keinginan busuk seperti ujub, bangga, congkak, dan ketakaburan yang terbentuk dari khayalan kebesaran dan keutamaan, keinginan diagungkan makhluk dan dipuji.
Semua penyakit hati, keluar dari dorongan syahwat atau syubhat atau dari keduanya. Penyakit-penyakit ini semuanya lahir dari kebodohan. Obatnya adalah ilmu sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu alaihi wasallam. dalam hadits pemilik luka di kepala yang diberikan fatwa untuk mandi, lalu dia mati. Rasul bersabda, "Mereka membunuhnya, maka Allah akan membunuh mereka. Mengapa tidak bertanya jika tidak tahu? Sesungguhnya obat penyembuh ketidakcakapan adalah bertanya." (HR Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Ad-Daruquthni)
Nabi menjadikan kelemahan hati untuk mengetahui dan kelemahan lidah untuk mengatakan, sebagai penyakit. Obatnya adalah bertanya kepada ulama. Jadi penyakit hati lebih sulit disembuhkan daripada penyakit badan karena puncak dari penyakit badan adalah kematian. Sedangkan, penyakit hati akan mengantar pemiliknya kepada penderitaan abadi dan tidak ada obat bagi penyakit ini kecuali ilmu. Karena itu, Allah menamakan kitab-Nya dengan obat bagi penyakit dada. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmah bagi orang-orang yang beriman." (Yunus: 57)
Karena itulah, bagi hati manusia, ulama laksana seorang dokter bagi badan. Dan apa yang dikatakan orang bahwa ulama adalah dokter hati, itu karena mereka mampu memadukan antara keduanya. Kalau tidak, justru mereka sebenarnya lebih hebat dari itu. Kadang banyak bangsa yang membutuhkan para dokter, tapi hanya ada sedikit dokter pada negeri tersebut. Dan terkadang ada orang yang menikmati umurnya sementara ia tidak terlalu membutuhkan seorang dokter. Sedangkan ulama, demi Allah dan perintah-Nya, mereka adalah kehidupan dan ruh para makhluk. Tidak pernah sekejap mata pun kita tidak butuh kepada mereka.
Kebutuhan hati terhadap ilmu tidak seperti kebutuhan kepada pernafasan udara, tapi lebih besar dari itu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ilmu terhadap hati seperti air bagi ikan. Jika ia kehilangan air, maka ia akan mati.
Maka, perbandingan ilmu kepada hati seperti perbandingan mata kepada cahaya, pendengaran kepada telinga, dan ucapan kepada lidah. Jika itu semua hilang, maka mata buta, telinga tuli, dan mulut bisu. Karena itulah, Allah menyebut orang bodoh dengan orang buta, tuli dan bisu. Itu adalah sifat hatinya karena kehilangan ilmu yang bermanfaat sehingga menetap dalam kebutaan, kebisuan, dan ketulian. Allah berfirman,
وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلا
"Dan barangsiapa yang buta hatinya di dunia ini, niscaya di akhirat nanti dia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan yang benar." (al-lsraa: 72)
Yang dimaksud adalah buta hati di dunia. Allah berfirman,
وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ
"Dan Kami mengumpulkan mereka pada hati kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam.'(al-lsraa': 97)
Karena ketika di dunia keadaan mereka seperti itu, maka ia akan dibangkitkan sesuai dengan keadaan mereka di kala hidup. Ada perselisihan tentang kebutaan di akhirat. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah buta hati dengan dalil bahwa Allah mengabarkan tentang penglihatan orang-orang kafir, malaikat, dan neraka. Ada pula yang mengatakan bahwa itu adalah buta mata. Pendapat terakhir ini lebih rajih karena pemakaian kata dalam ayat itu tertuju ke sana dan berdasarkan firman Allah,
قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا
"Dia berkata, 'Ya Tuhan, mengapa Engkau membangkitkan saya dalam keadaan buta, padahal aku dulu melihat.'" (Thaahaa: 125)
Ayat di atas menunjukkan kebutaan pada mata. Orang kafir tidak dapat dikatakan melihat/memiliki mata hati dengan berbagai alasan/hujjah yang mereka kemukakan. Adapun mengenai penglihatan orang kafir pada hari kiamat, orang-orang yang menganut pendapat kedua ini mengatakan bahwa orang kafir ketika dikeluarkan dari kubur dengan mata melihat. Tapi ketika digiring ke neraka, mata mereka buta. Ini yang dikatakan al-Farra' dan yang lain.
Sumber: Mukhtasar Mifatah Daar As-Sa'adah (Kunci Kebahagiaan) oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Cet. Pertama, hal. 220 -221, Penerbit: Pustaka Akbar, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar