لاَإِلـٰهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ
Ternyata Abu Zakaria memalingkan wajah dan tidak mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut. Temannya pun mengajari untuk yang kedua kali, namun tetap saja Abu Zakaria memalingkan wajah. Ketika temannya mengajarkan untuk yang ketiga kali, Abu Zakaria malah berkata,
“Aku tidak mau mengucapkan!”
Melihat kondisi yang demikian, sang kawan dan keluarga yang hadir menjadi cemas dibuatnya.
Setelah beberapa saat, penderitaan Abu Zakaria berkurang. Dia lalu membuka matanya perlahan. Kemudian dia bertanya,
“Apakah kalian mengatakan sesuatu kepadaku?”
“Ya, telah kami ajarkan kepadamu syahadat tiga kali, namun kamu berpaling dua kali. Bahkan pada kali ketiga, kamu berkata, ‘Aku tidak mau mengucapkan’.”
Mendengar penjelasan tersebut, Abu Zakaria terdiam sejenak. Kemudian dia bercerita,
“Iblis telah datang kepadaku dengan membawa segelas air minum. Dia berdiri di sebelah kananku dengan menggerak-gerakkan gelas itu seraya berkata,
‘Katakanlah, ‘Isa al-Masih adalah anak Allah’.’
Maka aku memalingkan muka darinya. Kemudian dia datang dari arah kakiku dan berkata dengan ucapan yang sama. Pada perkataan yang ketiga, Iblis berkata,
‘Katakan, ‘Tidak ada Tuhan!’’
Lalu aku menjawab, ‘Aku tidak mau mengucapkan!’
Setelah itu Iblis mencampakkan gelasnya ke lantai dan pergi sambil berlari. Jadi, aku tadi menolak Iblis itu, bukan menolak kalian. Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.”
Bahkan ada sebuah nasihat bahwa ketika seseorang sedang sakaratul maut, Iblis bisa menyerupai wajah guru, orang tua atau orang yang disegani. Iblis akan berkata, “Hai Fulan, aku ini Gurumu. Kamu tahu bahwa aku sudah mati lebih dulu, dan ternyata setelah aku cari di alam kematian ini, Tuhan itu tidak ada. Sebagai muridku yang baik dan patuh, sekarang katakanlah bahwa sesungguhnya Tuhan itu tidak ada!”
Ibnul Qayyim menceritakan tentang orang fasik ketika sakaratul maut. Dikatakan pada orang itu (ditalqin),
لاَإِلـٰهَ إِلاَّ اللهُ
Orang itu ternyata mengulang lagu-lagu yang dahulu didengarnya ketika hidup masih dinikmati. Orang itu berdendang,
هَلْ رَأَى الْحُبُّ سُكٰرٰى مِثْـلَناَ
“Apakah cinta melihat orang yang mabuk seperti kami?”
Maka dia mati dengan kalimat terakhir adalah lagu itu, karena dia hidup dengannya.
Daftar Pustaka:
Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad, asy-Syaikh, “An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Îmâniyyah”
Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi, asy-Syaikh, “Syarah Daqâiq al-Akhbâr fî Dzikri al-Jannah wan-Nâr”
‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
Bahrun Abu Bakar, Lc, dan Anwar Abu Bakar, Lc, “Terjemah Alfiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil (karya Syaikh Bahauddin Abdullah Ibnu ‘Aqil) – Jilid 1 dan 2”, Penerbit Sinar Baru, Cetakan Pertama : 1992
Salim Bahreisy, “Tarjamah Al-lu’lu’ wal-Marjân (karya Syaikh Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi) – Himpunan Hadits Shahih Yang Disepakati Oleh Bukhari dan Muslim – Jilid 1 dan 2”, PT Bina Ilmu
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, aamiin...#
bersambung , INSYA'ALLOH