Tampilkan postingan dengan label kisah penuh HIKMAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kisah penuh HIKMAH. Tampilkan semua postingan

Jumat

kumpulan kisah HIKMAH & UNIK

 
 


Pada suatu hari Imran bin Haththan menemui istrinya. Secara fisik, Imran memang buruk, berjerawat dan pendek. Sedangkan istrinya cantik jelita. Tiap kali dia memandang istrinya, si istri kelihatan semakin cantik dan jelita. Dia tidak dapat menahan diri dari memandang istrinya terus-menerus. Lantas istrinya berkata, “Ada apa dengan dirimu?” Dia menjawab, “Segala puji bagi Allah. Demi Allah, kamu perempuan yang cantik.” Si istri berkata, “Bergembiralah, karena sesungguhnya saya dan kamu akan masuk surga.” Dia bertanya, “Dari mana kamu tahu hal itu?” Istrinya menjawab, “Sebab, kamu telah dianugerahi istri seperti aku, dan engkau bersyukur. Sedangkan aku diuji dengan suami seperti kamu, dan aku bersabar. Orang yang bersabar dan bersyukur ada di dalam surga.”

Rabu

~** Dulu Haram, Kini Halal **~



Pada suatu ketika di zaman Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam  ada seorang pencuri yang hendak bertaubat, dia duduk di majelis Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam  dimana para shahabat berdesak-desakkan di Masjib Nabawi.

Suatu ketika dia menangkap perkataan Nabi shalallahu alaihi wa sallam  : "Barangsiapa meninggalkan sesuatu yang haram karena Allah, maka suatu ketika dia akan memperoleh yang Haram itu dalam keadaan halal". Sungguh dia tidak memahami maksudnya, apalagi ketika para shahabat mendiskusikan hal tersebut setelah majelis dengan tingkat keimanan dan pemahaman yang jauh dibawah sang pencuri merasa tersisihkan.

dari rumah Ummu Sulaim



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰ الرَّحِيْمِ


Ummu Sulaim ar-Rumaisha` binti Milhan al-Anshariyah, bersuamikan Malik bin an-Nashr, dari suaminya ini Ummu Sulaim melahirkan Anas bin Malik. Ummu Sulaim masuk Islam, dia mengajak Malik suaminya tetapi ajakannya ditolak, Malik marah karenanya, kemudian dia meninggalkan Ummu Sulaim dan pergi ke Syam, di sanalah Malik menemui ajal.


Selasa

Orang tua KAYA & putranya yang BIJAK



Tidak semua yang kita miliki hanya bisa diukur dari kasat mata dan nilai duniawinya semata, banyak hal dalam hidup ini yang lebih bermakna. Bila Anda sudah merasa memiliki harta benda banyak coba tanyakan pada nurani Anda, sudah bahagiakah Anda dengan harta tersebut?
Dalam tulisan hikmah berikut, mengajak para sahabat sekalian untuk bisa lebih dalam memaknai arti hakikat hidup yang sesungguhnya, harta bukan tujuan melainkan hanya alat dan media, mari kita simak cerita ringkas berikut:


Minggu

"Salah Seorang Paling Zuhud dan 'Ulama Tabi'in : Ar-Rabi bin Khutsaim"



AR-RABI' BIN KHUSTAIM

Bilal bin Isaf bercerita kepada tamunya yang bernama Mundzir Ats-Tsauri, "Tidakkah sebaiknya kuantarkan engkau kepada syaikh agar kita bisa menambah keimanan sesaat?"

Jawab Mundzir, "Baik, aku setuju. Demi Allah, tiada yang mendorong aku datang ke Kufah ini melainkan karena ingin bertemu dengan gurumu, Rabi' bin Khutsaim da rindu untuk bisa tinggal sesaat dalam taman iman bersamanya. Akan tetapi apakah engkau sudah meminta izin kepadanya? Kudengar dia menderita penyakit rheumatik sehingga tidak keluar rumah dan enggan menerima tamu?"


Senin

My Mom Only Had One Eye



My mom only had one eye. I hated her…
She was such an embarrassment.
Ibuku hanya mempuyai satu mata. Aku benci dia… dia begitu memalukanku.
She cooked for students and teachers to support the family.
Dia memasak untuk murid dan guru-guru guna mencukupi kebutuhan keluargaku.
There was this one day during elementary school where my mom came to say hello to me.
Suatu hari saat aku di sekolah dasar, ibu mendatangiku dan mengucapkan salam kepadaku.
I was so embarrassed. How could she do this to me?!
Aku begitu malu saat itu. Bagaimana dia bisa melakukan itu padaku di depan teman-temanku?!
I ignored her, threw her a hateful look and ran out.
Aku abaikan dia dan melemparkan pandangan benci padanya sambil lari.

Kamis

KEAGUNGAN ISTRI SEORANG MUJAHID


Lelaki berumur enam puluh tahun itu memasuki rumahnya di Madinah. Nyaris tak mengenali lagi rumah yang pernah ditinggalinya itu. Ia menemukan rumah itu, saat menyusuri jalan-jalan di kota Madinah, yang sudah ramai.

Rumahnya yang sangat sederhana itu, pintunya agak terbuka, dan nampak lengang. Lelaki itu meninggalkan rumahnya, tiga puluh tahun lalu, dan waktu itu isterinya masih belia, dan menjelang melahirkan anak pertamanya.
Lelaki tua itu meninggalkan Medinah pergi berjihad ke negeri yang sangat jauh. Ia berangkat bersama pasukan muslimin. Membuka Bukhara dan Samarkand, dan sekitarnya, yang terletak di Asia Tengah. Begitu jauh perjalanan jihad bersama pasukan muslimin, mengarungi samudera padang pasir, menembus perjalanan beribu-ribu mil dari kota Madinah. Sungguh sangat luar biasa para mujahidin itu. Kepergiannya dengan tekad dan tawakal kepada Allah Azza wa Jalla.


Selasa

BEKAS PERAMPOK jadi ULAMA



Dialah Fudhoil bin 'Iyaadh. Nama lengkap beliau adalah Fudhoil bin 'Iyaadh bin Mas'uud bin Bisyr At-Tamimi Al-Yarbuu'iy. Kunyah beliau adalah Abu 'Ali, seorang ulama dan muhaddits besar yang hidup pada abad kedua, dan beliau wafat pada tahun 187 H
Banyak ulama besar yang mengambil ilmu dan meriwayatkan hadits dari beliau. Diantaranya adalah Ibnul Mubaarok, Yahyaa bin Sa'iid Al-Qotthoon, Sufyaan bin 'Uyainah, Abdurrohman bin Mahdi, dan Imam As-Syafi'i.
Bagiamanakah kisah taubat beliau?
Abu 'Ammaar Al-Husain bin Huraits berkata, "Aku mendengar Al-Fadhl bin Muusaa berkata, "
“Al-Fudhail bin ‘Iyadh dulunya adalah seorang perampok yang menghadang orang-orang di daerah antara daerah Abiwarda dan dan daerah Sarkhos. Sebab beliau bertaubat adalah beliau pernah terpikat dengan seorang wanita, maka tatkala beliau tengah memanjat tembok untuk menemui wanita tersebut, tiba-tiba saja beliau mendengar seseorang membaca friman Allah:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah (QS Al-Hadid : 16).
Maka tatkala beliau mendengar lantunan ayat tersebut maka beliau langsung berkata: “Tentu saja wahai Rabbku. Sungguh telah tiba saatku (untuk tunduk hati mereka mengingat Allah).” Maka beliaupun kembali, dan beliaupun  beristirahat  di sebuah bangunan rusak, tiba-tiba saja di sana ada sekelompok orang yang sedang lewat. Sebagian mereka berkata: “Kita jalan terus,” dan sebagian yang lain berkata: “Kita istirahat saja sampai pagi, karena si Fudhail berada di arah jalan kita ini, dan ia akan menghadang dan merampok kita.”
(Mendengar hal ini) Fudhoilpun berakta “Kemudian aku merenung dan berkata: ‘Aku sedang melakukan kemaksiatan di malam hari (yaitu ia berusaha untuk mengintip sang wanita-pent) padahal sebagian dari kaum muslimin di sini ketakutan kepadaku (karena menyangka Fudhoil sedang menghadang mereka, padahal Fudhoil sedang mau mengintip wanita-pent), dan menurutku tidaklah Allah menggiringku kepada mereka ini melainkan agar aku berhenti (dari kemaksiatan ini). Ya Allah, sungguh aku telah bertaubat kepada-Mu dan aku jadikan taubatku itu dengan tinggal di Baitul Haram’.” (lihat biografi beliau di Siyar A'laam An-Nubalaa 8/421 dan Tahdziib At-Tahdziib dgn tahqiq ; 'Adil Mursyid  3/399)
Demi Allah sesungguhnya hidayah hanyalah ditangan Allah semata…., lihatlah Fuhdoil, ia dahulu adalah seorang perampok yang ditakuti oleh para pedagang. Ternyata beliau mendapat hidayah tatkala sedang hendak melakukan kemaksiatan dengan melampiaskan kerinduannya kepada sang wanita. Namun Allah malah memberi hidayah kepadanya dan menggerakkan hatinya untuk bertaubat. Sama sekali tidak ada usaha dari Fudhoil untuk bertaubat… Namun hidayah menyapa beliau, semata-mata karunia dari Allah Ta'aalaa.
Marilah para pembaca budiman renungkan…, betapa banyak diantara kita yang mendapatkan hidayah sehingga mengenal sunnah dengan tanpa kita sadari…, tanpa kita sengajai.., tanpa ada sedikitpun usaha dan campur tangan kita…akan tetapi semata-mata hidayah adalah karunia Allah.    
Sungguh betapa banyak orang yang dahulunya tenggelam dalam kenisataan kemudian diberi hidayah oleh Allah sehingga akhirnya berubah 180 derajat menjadi seorang yang sholeh, bahkan menjadi ustadz??, bahkan… menjadi seorang syaikh yang tersohor…??, bahkan menjadi ulama…??. Sungguh penulis telah bertemu dengan semisal orang-orang tersebut.
Kita berucap sebagaimana ucapan para penghuni surga :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ

"Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki Kami kepada (surga) ini. dan Kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi Kami petunjuk. (QS Al-A'raaf : 43)
Namun sungguh menyedihkan tatkala perkaranya berbalik…!!, Bukankah ada seseorang yang dahulunya adalah orang yang sholeh taat beragama lantas berubah total menjadi pelaku maksiat…!! Oleh karenanya sungguh benar sebuah ungkapan "Lebih baik menjadi bekas perampok dari pada bekas ustadz".Di antara petuah-petuah emas Fuhoil bi 'Iyaadh adalah sebagai berikut:

لَوْ أَنَّ لِي دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً مَا جَعَلَتُهَا إِلاَّ فِي إِمَامٍ فَصَلاَحُ الِإمَامِ صَلاَحُ الْبِلاَدِ وَالْعِبَادِ

"Kalau seandainya aku memiliki sebuah doa yang mustajab (dikabulkan) maka aku akan mendoakan untuk kebaikan Imam (pemimpin/presiden) karena baiknya imam merupakan kebaikan bagi negeri dan masyarakat" (As-Siyar 8/434)
بَلَغَنِي أَنَّ الْعُلَمَاءَ فِيْمَا مَضَى كَانُوْا إِذَا تَعَلَّمُوا عَمِلُوا وَإِذَا عَمِلُوا شُغِلُوا وَإِذَا شُغِلُوا فُقِدُوا وَإِذَا فُقِدُوا طُلِبُوا فَإِذَا طُلِبُوا هَرَبُوا

"Telah sampai berita kepadaku bahwasanya para ulama dahulu jika mereka menuntut ilmu maka mereka mengamalkannya, dan jika mereka beramal maka mereka menjadi sibuk (beramal), dan jika mereka sibuk maka mereka tidak nampak, dan jika mereka tidak nampak maka merekapun dicari-cari, dan jika mereka dicari-cari maka merekapun lari menghindar" (As-Siyar 8/439-440)
وَأَمَلُكَ طَوِيْلٌيَا مِسْكِيْنُ أَنْتَ مُسِيءٌ وَتَرَى أَنَّكَ مُحْسِنٌ وَأَنْتَ جَاهِلٌ وَتَرَى أَنَّكَ عَالِمٌ وَتَبْخَلُ وَتَرَى أَنَّكَ كَرِيْمٌ وَأَحْمَقَ وَتَرَى أَنَّكَ عَاقِلٌ أَجَلُكَ قَصِيْرٌ

"Wahai sungguh kasihan engkau, engkau adalah orang yang buruk namun engkau merasa bahwa engkau adalah orang yang baik, engkau bodoh namun engkau merasa seorang alim, engkau pelit namun engkau merasa dermawan, engkau dungu namun engkau merasa cerdas. Sesungguhnya ajalmu pendek sementara angan-anganmu panjang" (As-Siyar 8/440).
Al-Imam Adz-Dzahabi mengomentari perkataan Fudhoil ini dengan berkata
:
إِيْ وَاللهِ صَدَقَ وَأَنْتَ ظَالِمٌ وَتَرَى أَنَّكَ مَظْلُوْمٌ وَآكِلٌ لِلْحَرَامِ وَتَرَى أَنَّكَ مُتَوَرِّعٌ وَفَاسِقٌ وَتَعْتَقِدُ أَنَّكَ عَدْلٌ وَطَالِبُ الْعِلْمِ لِلدُّنْيَا وَتَرَى أَنَّكَ تَطْلُبُهُ لله

"Demi Allah, sungguh benar perkataan Fudhoil. Engkau orang yang dzolim namun engkau merasa bahwa engkaulah yang terdzolimi, engkau memakan hasil haram namun engkau merasa engkau adalah orang yang wara', engkau seorang yang fasiq namun engkau meyakini bahwa dirimu adalah orang yang bertakwa, engkau menuntut ilmu karena mencari dunia namun engkau merasa bahwa engkau menuntut ilmu karena Allah."


Minggu

kisah CINTA SALMAN AL- Farisi



Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang
dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil
tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah
pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan
pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.

Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat
kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki
adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia
berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang
pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi
Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak
hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.

”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, girang Abu Darda’ mendengarnya.
Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa
cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru
tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang
Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah
memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang
utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai
beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili
saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud
Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua,
shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini
bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak
jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi
isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan
segala debar hati.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata
sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang
datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami
menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki
urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah.
Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu
mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu
alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan
persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu
yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang
belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia
bicara.

”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan
ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi
pernikahan kalian!”
???

Cinta tak harus memiliki. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki
apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran
tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, sedih,
merasa salah memilih pengantar –untuk tidak mengatakan ’merasa
dikhianati’-, merasa berada di tempat yang keliru, di negeri yang salah,
dan seterusnya. Ini tak mudah. Dan kita yang sering merasa memiliki orang
yang kita cintai, mari belajar pada Salman. Tentang sebuah kesadaran yang
kadang harus kita munculkan dalam situasi yang tak mudah.
 
                                         ==============<3<3<3=================

copas dari kisah.web.id
Semoga bermanfaat


Jumat

Bagaimana As-Syaikh Muqbil mendidik putri beliau



Ummu `Abdillâh bintu Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi`î
Pernah membaca buku Nasehati lin Nisa? Buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Nasehatku bagi Para Wanita ini ditulis oleh seorang aalimah (ulama wanita) dari negeri Yaman yang bernama Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah. Beliau hafizhahallah adalah putri dari ulama ahlul hadits di masa kita, yaitu Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah.
Ummu Abdillah adalah seorang aalimah yang memiliki banyak keutamaan. Menurut Al-Ustadz Muhammad Barmim dalam biografi Syaikh Muqbil, Ummu Abdillah mengajar di madrasah nisa’ (khusus wanita) dan memiliki beragam karya tulis ilmiyah. Di antaranya:
- Shahihul Musnad fis Syamail Muhammadiyah (tentang kesempurnaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dicetak dalam dua jilid)
- Jamius Shahih fi ilmi wa Fadhlihi (tentang keutamaan ilmu)
- Tahqiq kitab As-Sunnah Ibnu Abi Ashim
- Nasehati lin Nisa
- dan sekarang beliau masih mengerjakan Shahihul Musnad min Sirah Nabawiyah
Yang ingin saya angkat dalam artikel ini adalah bagaimana cara Syaikh mendidik putrinya sehingga tumbuh menjadi seorang aalimah. Tema ini mungkin jarang diangkat karena biasanya yang dipersiapkan sebagai seorang alim atau ulama adalah anak laki-laki saja. Pernahkah kita bercita-cita putri kita menjadi seorang aalimah? Kalau memang ada keinginan tersebut, mungkin kita bisa bercermin terlebih dahulu dengan metodologi Asy-Syaikh dalam mendidik putrinya.
Ummu Abdillah berkisah tentang bagaimana ayahanda beliau -Syaikh Muqbil- mendidik putri-putrinya,
… Ayahanda tidak pernah menyia-nyiakan kami, betapa pun sibuknya beliau. Oleh karena itulah beliau sangat perhatian terhadap kami dalam mempelajari Al-Quran. Beliau selalu menuntun kami dalam membaca Al-Quran. Kadang beliau rekam agar hapalan kami semakin kokoh. Suatu ketika saudari saya menghapal, dan ayahanda sedang berada di perpustakaan. Saudariku tadi mencari beliau, ingin direkamkan hapalannya. Beliau pun meninggalkan risetnya, merekam hapalan saudariku lalu kembali lagi ke perpustakaan.
Begitu kami mengetahui qiraah yang baik, beliau membeli kaset qiraah Syaikh Al-Husari untuk kami. Beliau juga membelikan untuk masing-masing putrinya satu tape recorder tanpa radio. Ini bentuk penjagaan beliau agar kami tidak mendengar nyanyian.
Setelah kami mengerti lebih banyak, kami dibelikan masing-masing sebuah tape recorder dengan radionya, namun beliau tetap memperingatkan kami terhadap nyanyian dengan keras. Dan alhamdulillah, kami menerima peringatan tersebut. Kami tidak mendengarkan nyanyian sama sekali, seiring dengan rasa tidak senang terhadap nyanyian.
Dalam menghapal, beliau memerintahkan kami untuk hanya menggunakan satu mushaf dari satu penerbit karena itu akan membantu memperkokoh hapalan. Kalau beliau melihat di tangan kami ada mushaf yang berbeda, beliau akan memberi peringatan keras dan sangat marah.
Di antara murid beliau ada orang-orang Sudan dan Mesir yang datang beserta istri-istrinya. Di antara istri-istri mereka ada yang mengajar kami dengan diberi imbalan jasa oleh ayah sebagai bentuk perhatian beliau terhadap pendidikan. Dan apabila di buku-buku yang dipergunakan oleh para guru wanita tersebut ada gambar makhluk bernyawanya, beliau memerintahkan kami untuk menghapusnya. Kami pun menghapus gambar-gambar tersebut disertai dengan kebencian yang sangat terhadap gambar-gambar itu.
Lalu setelah itu kami pun diajari ilmu-ilmu syar’i Al Kitab dan As-Sunnah, sehingga kami pun menghafal bersama para guru tersebut dan kami pun hapal beberapa hadits walhamdulillah.
Beliau rahimahullah terkadang bersenang-senang dan bergurau bersama kami, dalam perkara yang diizinkan oleh Allah. Berbeda dengan kebanyakan kaum muslimin -kecuali yang dirahmati oleh Allah- yang bersenang-senang bersama anak-anak mereka dengan televisi, nyanyian, permainan-permainan gila, serta kerusakan lainnya. Padahal nabi kita bersabda, “Kamu sekalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang apa yang dipimpinnya.”
Beliau selalu melarang kami terlalu banyak keluar, dan beliau selalu mengharuskan kami untuk tidak keluar kecuali seizin beliau.
Ini apa yang dijalankan beliau semasa kami kecil.
Ada pun tentang pendidikan kami, beliau sangat ingin kami mendalami agama Allah dan mencari bekal ilmu syar’i. Sebab itulah, beliau mencurahkan kemampuan beliau untuk membantu kami menuntut ilmu dan membuat kami menggunakan kesempatan kami dengan sebaik-baiknya. Beliau selalu menyediakan waktu khusus untuk mendidik kami. Setiap hari kedua, beliau menanyakan pelajaran yang telah lalu. Jika pelajaran itu terlalu berat, maka beliau berikan dengan cara yang jauh lebih ringan.
Di antara pelajaran yang khusus kami pelajari di rumah adalah:
- Qatrun Nada sampai dua kali
- Syarh Ibnu Aqil sampai dua kali juga
- Tadribur Rawi
- Mushilut Thullabi ila Qowaidil I’rab (namun tidak selesai karena beliau sakit)
Majelis beliau senantiasa penuh dengan kebaikan, diskusi, dan pengarahan, sampai pun di atas hidangan makan atau via telepon.
Ketika beliau di Saudi sebelum berangkat ke Jerman, ayahanda mengucapkan salam lewat telepon kepada saya, “Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh”. Saya menjawab tanpa mengucapkan, “Wabarakatuh”. Beliau bertanya (menegur), “Mengapa tidak engkau balas dengan yang lebih utama?” sebagai isyarat pengamalan ayat ke 86 dari surat An-Nisa.
Terkadang beliau sengaja salah memberikan pertanyaan untuk menguji pemahaman kami, sebagaimana itu beliau lakukan juga kepada murid laki-laki. Kadang beliau bertanya tentang soal yang cukup berat, untuk memberikan faedah namun disuguhkan dengan pertanyaan terlebih dahulu. Metode ini pun diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana di dalam hadits Muadz.
Kadang ketika kami menemui kesulitan dalam pelajaran atau riset kami, beliau memerintahkan kami untuk meneruskan riset tersebut, atau beliau mengikuti kami ke perpustakaan dan membantu kami. Inilah yang menyebabkan kami begitu berduka karena kehilangan beliau rahimahullah. Siapa yang akan memperhatikan kami sepeninggal ayahanda?
Beliau selalu mendidik dan mengarahkan kami dengan lemah lembut. Dan dengan karunia Allah, kami tidak terdorong sedikit pun untuk menentang beliau, karena semua itu adalah demi kemaslahatan dan keuntungan kami juga. Semuanya adalah mutiara yang diuntai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah.
Di antara yang mengagumkan pada diri beliau adalah tidak pernah memaksakan kepada kami dalam perkara ijtihad kami yang memiliki sisi pandang lain. Kalau kami sudah memahami suatu masalah yang berbeda dengan pemahaman beliau maka beliau tidak memaksa kami, seperti juga kebiasaan beliau bersama murid-muridnya yang laki-laki. Beliau tidak pernah menekan mereka untuk memahami sesuatu yang masih perlu dipertimbangkan. Ini, sebagaimana para pembaca lihat, adalah kemuliaan yang sangat jarang ditemukan.
Beliau rahimahullah juga memperingatkan kami dari masyarakat, karena masyarakat kami adalah masyarakat yang rusak, bersegera dalam kesesatan dan hal-hal yang tidak berguna, kecuali yang dirahmati Allah.
Beliau juga memperingatkan kami dari sikap sombong. Beliau sangat benci kepada wanita yang sombong terhadap suaminya, beliau mengatakan, “Tidak ada kebaikan wanita yang seperti ini.”
Beliau mendorong kami untuk bersikap zuhud terhadap dunia yang rendah ini. Beliau bimbing kami untuk meniatkan apa yang kami makan dan minum untuk menguatkan kami dalam bertakwa, agar memperoleh pahala dari Allah. Beliau katakan, “Janganlah kamu sibukkan dirimu menyiapkan berbagai hidangan makanan. Apa yang mudah diolah, kita makan.”
Beliau bangkitkan semangat kami. Beliau bukan termasuk orang yang suka meruntuhkan semangat keluarga dan anak-anak perempuannya. Beliau membentuk kami dengan sebaik-baiknya, agar kami mudah dan bersemangat untuk bersungguh-sungguh dalam memperoleh ilmu yang bermanfaat.
Di antara ucapan beliau kepada saya, “Saya berharap agar kamu menjadi wanita yang faqih.” Ya Allah, wujudkanlah harapan ayahanda, duhai Zat yang tidak diharap kecuali kepada-Nya, tempatkanlah beliau di surga firdaus yang tinggi.

(Diringkas dari buku “Secercah Nasehat dan Kehidupan Indah Ayahanda Al-Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i”, terbitan pustaka Al-Haura Jogjakarta).

Silakan dicopy dengan mencantumkan sumber http://www.ulamasunnah.wordpress.com/

http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/05/bagaimana-asy-syaikh-muqbil-mendidik-putri-beliau

Selasa

Sekilas Tentang Gambaran Shalat Malam Para Wanita Ahli Ibadah



Ummu Shahba Mu’adzah binti Abdullah Al Adawiyah
Saat tiba waktu siang, dia berkata, “Inilah hari dimana aku akan mati.” Karena itu dia tidak tidur hingga sore hari. Saat malam datang ia berucap, “Inilah malam dimana aku akan mati.” Karena iitu dia mengisinya dengan shalat semalam suntuk. Jika tertidur, dia bangun dan berputar mengelilingi rumahnya sambil berucap: “Wahai jiwa! Sesungguhnya tidur panjang ada di hadapanmu. Jika kau mendahulukannya, tentu akan bertambah panjang tidurmu di kubur dalam suka maupun duka.” Dia juga mengatakan “Aku heran dengan mata yang tidur, padahal ia tahu kelak akan tidur panjang dalam gelapnya kubur.”
Hafsah binti Sirin

Di kala malam hari, dia selalu menyalakan lampu kemudian shalat di mushallanya. Ketika lampunya mati, dia terangi lampu rumahnya hingga pagi. Dia menetap di mushallanya selama 30 tahun, tidak pernah keluar selain untuk memenuhi hajatnya atau untuk sedikit tidur siang.

Ummu Darda binti Huyai

Yunus bin Maisarah menuturkan, “Sebuah rombongan para wanita ahli ibadah mendatangi Ummu Darda, mereka shalat semalaman hingga telapak kaki mereka bengkak karena lamanya.”

Rabi’ah al Adawiyyah

Pembantunya menceritakan, sepanjang malam dia mengerjakan shalat, kemudian pada saat terbit fajar dia tertidur sesaat di mushallanya hingga fajar hilang. Saat bangun dari tidurnya, dengan nada terkejut dia melompat sembari berucap, “Wahai jiwa, berapa lama engkau terlelap tidur dan berapa lama kau sanggup terjaga untuk beribadah, padahal sebentar lagi kau akan tidur dan tidak terbangun kecuali oleh dasyatnya teriakan hari kiamat.”  


Muniqah binti Abi Thariq

Dia tinggal di Bahrain. Setiap kali datang waktu malam, dia selalu mengatakan,  “Bagus… bagus diriku. Telah datang kebahagiaan orang mukmin.” Dia lalu beranjak ke mihrabnya, dan berdiri shalat seperti batang pohon hingga subuh.

Dari Ummu Ammar binti Mulaik Al-Bahrani, dia berkata: “Suatu malam aku menginap di rumah Muniqah binti Abi Thariq. Tiada henti-hentinya dai sambil menangis mengulang-ulangi ayat “Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS Ali Imran [3] :101)” 


disalin dari kitab “Syarah Kumpulan Hadist Shahih tentang Wanita”
oleh Isham bin Muhammad as-Syarif

Sabtu

.Sang Pemilik Kebun (Atikah binti Zaid)



‘Atikah binti Zaid, barangsiapa yang menginginkan syahid, maka kahwinilah dia.

Nama sebenarnya adalah ‘Atikah binti Zaid ibn ‘Amru ibn Nufail al Qurasyiah al ‘Adawiyah. Beliau merupakan seorang wanita mukminah yg ckup terkenal dikalangan sahabiah dengan kefasihannya serta kemampuannya bersyair . Sifat2 ini telah diwarisinya dari ayahanda sendiri, iaitu Zaid ibn ‘Amr.
Dengan sifat2 kelembutan perasaan, ketajaman hati dan kesucian jiwa yang ada padanya, beliau telah mengahwini seorang sahabat dimana ayahnya juga merupakan sahabat Rasulullah s.a.w, iaitu Abdullah ibn Abu Bakar As-Siddiq r.a.
Memang tak boleh disangkal lagi, Atikah merupakan seorang wanita yang sangat cantik dan jelita. Sehinggakan kejelitaannya itu telah menyibukkan Abdullah ibn Abu Bakar dari urusan kehidupan dan perniagannya. Bukan itu saja, malahan kecantikannya juga telah menyibukkan suaminya utk keluar berjihad. Hal ini menyebabkan Abu Bakar mendesak anaknya itu untuk menceraikan Atikah. Sehinggalah jatuh talak satu keatasnya.
Abdullah bin Abu Bakar tidak dpt mengendalikan jiwanya . Ia sgt bersedih ketika berpisah dgn isterinya. Tanda2 kesedihan terpancar jelas diwajah dan badannya. Pada suatu hari, Abu Bakar mendengar anaknya berkata:
“Hai Atikah, aku tidak kan melupakanmu selama angin bertiup
Dan selama burung merpati masih bersuara
Hai ‘Atikah, saya tidak akan melupakanmu selama orang masih berhaji
Dan selama bintang2 yang bergantungan di langit bersinar
Hai ‘Atikah, hatiku tiap hari dan malam
Tergantung kpdmu apa2 yang tersembunyi dalam jiwa
Kalau bukan kerana taqwa kpd Allah yg berhubungan dgn ayahku
Dan ketaatan kpdnya maka kita tidak akan berpisah
Ketika ayahnya mendengar bait2 syair anaknya, ia sedar betapa cintanya Abdullah kpd Atikah. Akhirnya ia mengizinkan anaknya utk kembali bersama dgn isterinya.
Abdullah telah menjumpai sinar kehidupannya kembali. Kemudian ia ikut bersama Rasulullah dalam perang Thaif. Dalam perang itu, beliau terkena luka panah dan lukanya semakin parah setelah 4 malam pemergian Rasulullah. Dan akhirnya Abdullah bin Abu Bakar pun syahid. Atikah berasa sgt sedih akan kehilangan suaminya yg tercinta itu. Ia meratapi pemergian itu dengan sedihnya dalam sebuah syairnya.
Pernikahannya dengan Umar
Ketika Abdullah bin Abu Bakar dalam keadaan nazak ia berkata kepada isterinya ‘Atikah, “engkau akan mendapatkan sebuah kebun dari hartaku, maka janganlah engkau menikah lagi”.
Ketika tempoh ‘iddahnya dah selesai, Umar al-Khattab datang melamarnya.
Maka Atikah pn berkata “ Sesungguhnya aku telah membuat sesuatu terhadap diriku yg tidak mungkin berkahwin lg”
Umar berkata “Carilah fatwa dan pendapat”
Dengan itu Atikah pun berjumpa dgn Ali bin Ali Thalib r.a.. Ali berkata “Kembalikanlah kepada mereka apa yang tlh engkau ambil dari mereka, kemudian berkahwinlah”
Setelah itu, Atikan binti Zaid mengembalikan kebun tersebut dan menerima lamaran Umar al-Khattab yg berlaku pada 12H.
Atikah dan Umar
Atikah memperolehi kedudukan yang tinggi di sisi suaminya Umar. Ia banyak belajar dari sahabat Rasulullah itu sehinggakan Atikah sangat cintakan Umar. Menyedari hakikat itu, Umar berasa sangat terharu dengannya. Dan pernah suatu ketika Atikah mencium kepala Umar al-Khattab yang sedang berpuasa. Umar tidak melarangnya (so sweet!!)
Kehidupannya dengan Umar dipenuhi dengan keadilan, zuhud dan ibadah yang kian tumbuh di dalam dirinya. Atikah juga ikut solat jemaah dengan Umar. Apabila ia minta izin kpd suaminya untuk kemasjid, Umar akan berkata kepadanya, “ engkau tlh mengetahui bahawa aku kurang menyenangi kalau engkau keluar”
Atikah menjawab “aku takkan pergi tanpa kebenaranmu”
Khalifah Umar al-Khattab telah ditikam oleh sesorang ketika beliau sedang solat di masjid. Atikah pun meratapi pemergian kejadian ini dengan qasidahnya.
Atikah dan Zubair
Setelah peninggalan as-syahid Umar ibn al-Khattab, datanglah pula Zubair ibn ‘Awwam melamar Atikah. Atikah menerima lamarannya itu dengan syarat ia tidak boleh memukulnya, dan jangan melarangnya dari kebenaran dan jangan melarangnya solat di masjid. Zubair pula memiliki sifat yang keras terhadap isterinya. Ketika mereka sudah berkahwin, Zubair berkata dengan Atikah, “ ya Atikah, jangan keluar ke masjid”
Atikah menjawab “Ya ibn ‘Awwam, apakah demi kecemburuanmu aku harus meninggalkan masjid yang aku telah solat di dalamnya bersama Rasulullah s.a.w, Abu Bakar dan Umar?”
Zubair berkata,” Aku tidak akan melarangmu”
Ketika ia mendengar azan solat subuh, Zubair mengambil wudhuk dan berangkat ke masjid. Zubair berdiri di saqifah Bani Sa’idah menunggu Atikah. Ketika Atikah melintasi suaminya Zubair, suaminya memukul punggungnya dengan tangan. Atikah tak tau siapa yang memukul punggungnya. Ia berkata, “ada apa dengan mu, semoga Allah memotong tanganmu” Atikah pulang ke rumah dan berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun”
Seteleh selesai solat subuh di masjid, Zubair pulang ke rumahnya dan berkata kpd Atikah “ Ya Atikah, kenapa aku tidak melihatmu pagi ini solat di masjid?”
Atikah menjawab, “ Semoga Allah merahmatimu, Ya Abu Abdullah. Manusia sudah menjadi rosak sesudahmu. Solat hari ini bagi wanita lebih baik di rumah daripada di masjid. Dan di rumah lebih baik solat di kamar”
Suaminya Zubair terbunuh secara zalim ketika perang Jamal (unta). Ia dibunuh oleh Amru ibn Jurmuz pd thn 36H. Dan atikah pun meratapinya dengan syair2.
Setelah itu, datang pula Saidina Ali bin Abu Thalib melamar Atikah selepas tamat ‘iddahnya. Maka Atikah pun mengutus surat kepada Ali:
Ya Amirul Mukminin, engkau yang tersisa dan pemimpin muslimin. Dan aku takut kepadamu, hai anak bapa saudara Rasulullah, kalau engkau nanti terbunuh. Aku tidak pernah berkahwin dengan seorang lelaki kecuali ia terbunuh”
Oleh sebab itu, para penduduk Madinah mengatakan bahawa barangsiapa yang menginginkan mati syahid maka hendaklah dia berkahwin dengan Atikah binti Zaid. Dahulu ia isteri Abdullah ibn Abu Bakar. Abdullah ibn Abu Bakar mati syahid. Kemudian ia menjadi isteri Umar ibn al-Khattab. Umar ibn al-Khattab mati syahid dan terbunuh, Kemudian ia menjadi isteri Zubair ibn ‘Awwam. Zubair ibn ‘Awwam juga mati syahid terbunuh.
Sepanjang kehidupan Atikah yang penuh dengan ibadah dan zuhud, akhirnya dia meninggal pada tahun 40H. Semoga Allah mencucuri keredhaanNya keetas Atikah binti Zaid.

Wanita yang Sabar, Maharnya adalah Islam (Ummu Sulaim binti Milhan)



Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
Aku masuk ke syurga lalu terdengar sebuah suara di hadapanku. Ternyata beliau ialah Al-Ghumaisha’ bintu Milhan”[HR Bukhari]

“ Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu kekal di dalam taman-taman dan sungai-sungai di tempat yang disenangi, di sisi Yang Maha Berkuasa” [Al-Qamar: 54-55]”

Bersama orang-orang Ansar
Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam pernah mendoakan orang-orang Ansar dengan doa baginda yang sangat istimewa;

Ya Allah, rahmatilah orang-orang Ansar dan anak orang-orang Ansar serta cucu orang-orang Ansar” [HR Bukhari dan Muslim]

Srikandi tauladan kita kali ini ialah salah seorang wanita Ansar, yang termasuk di kalangan sahabiyah yang mulia dan paling utama. Beliau menghimpunkan ilmu, kebijaksanaan, keberanian, kemurahan hati, kesucian peribadi dan keikhlasan yang tulus semata-mata bagi Allah dan RasulNya.

Jiwa wanita yang bijaksana ini telah dipenuhi dengan iman sejak pertama kali beliau mendengarnya, lalu beliau menghadirkan fenomena tersendiri yang menyaksikan kecemerlangan, kemuliaan dan kebaikan dirinya sepanjang zaman. Sahabiyah terbaik ini juga ialah ibu kepada seorang sahabat yang terbaik, yang mendapatkan kedudukan khusus di sisi Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam, iaitu Anas bin Malik. Abu Nu’aim Al-Asybahany mengungkapkan jati diri wanita ini dengan berkata, “Ummu Sulaim adalah wanita yang tunduk kepada keputusan orang yang dicintainya, yang biasa membawa tombak di dalam peperangan!”

Di kesempatan ini, marilah kita susuri nasab sahabiyah yang mulia ini, yang biografinya harum semerbak, enak didengar dan menyenangkan hati. Beliaulah Ummu Sulaim bintu Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram An-Najariyah Al-Anshariyah Al-Khazrajiyah. [Siyar Alamin-Nubala, 2/304]. Semoga mujahidah yang sabar, khusyuk, mulia, patuh beragama serta berkedudukan ini menjadi tauladan buat kita semua.

Keteguhan Iman Ummu Sulaim
Sejak hari pertama keIslamannya, Ummu Sulaim telah menyajikan keteguhan peribadi yang mengagumkan dan layak untuk diteladani. Ini menunjukkan barakah dan ketajaman akalnya, disamping iman, keikhlasan dan kebenarannya. Beliau telah memeluk Islam dan ikut berbaiat di saat suaminya ketika itu (Malik bin An-Nadhar, ayah kepada Anas bin Malik) berada di luar Madinah. Iman meresap ke dasar hatinya dan kekal terpateri di sana. Beliau mencintai Islam dengan kecintaan yang sangat mendalam, sehingga kerana itu beliau tetap teguh di hadapan suaminya yang masih musyrik. Kisah menarik ini merupakan kisah yang mengangkat martabat Ummu Sulaim dan menempatkan beliau setaraf dengan para muslimin di awal dakwah Islam di kalangan kaum Ansar. Ayuh kita ikuti kisah ini.

Sejurus selepas pengislaman Ummu Sulaim, suaminya kembali seraya memarahi beliau dengan berkata, “Apakah engkau telah murtad?”. Ummu Sulaim lantas menjawab dengan tegas,  “Aku tidak murtad, tetapi aku telah beriman dengan orang ini (Rasulullah)”. Tidak cukup dengan itu, beliau turut memimpin tangan anaknya, Anas dan mengisyaratkan Anas agar mengucapkan lafaz syahadatain. Anas akur. Malik, suami Ummu Sulaim semakin marah dengan tindakan isterinya sehingga beliau menengking dengan kasar, “Jangan kau rosakkan anakku!”. Tetapi dengan penuh kebijaksanaan Ummu Sulaim menjawab, “Sesungguhnya aku tidak merosakkannya, tetapi menunjukinya kepada kebenaran”. Dengan membawa kemarahan yang menggumpal, Malik bin An-Nadhar memulakan perjalanan ke Syam, tetapi dibunuh musuhnya di pertengahan perjalanan tersebut. Ketika berita kematian suaminya sampai ke pengetahuan Ummu Sulaim, beliau menerimanya dengan berlapang dada dan bertekad untuk memelihara Anas sebaik-baiknya. Beliau juga berjanji tidak akan berkahwin semula sehinggalah Anas membenarkannya berbuat demikian.

Sejak itu, perhatian beliau tertumpah kepada pendidikan anaknya. Beliau mengajarkan Anas tentang kecintaan kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam dan Islam. Setelah Baginda Rasul tiba di Madinah sebagai muhajir, Ummu Sulaim segera mendatangi baginda dengan membawa Anas yang ketika itu masih kanak-kanak dan belum mencapai usia baligh. Beliau berkata kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam:

Wahai Rasulullah, ini Unais (nama kecil Anas). Aku mendatangi engkau agar dia mengabdi kepada engkau. Maka berdoalah kepada Allah bagi dirinya” Maka, baginda bersabda, “Ya Allah, perbanyakkanlah harta dan anaknya” (Dala’ilun-Nubuwwah, 6/194-195).

Anas mendapat bimbingan dan pengasuhan di rumah Rasulullah yang kemudiannya menghantarkan beliau kepada kedudukan mulia sebagai salah seorang sahabat terkemuka.

Ummu Sulaim benar-benar mengotakan janji yang pernah diucapkan kepada anaknya. Beliau mendidik Anas dengan sebaik-baik didikan, sehingga Anas pernah berkata, “Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada ibuku kerana beliau telah mengasuhku dengan sangat baik” .

Mahar Yang Paling Indah
Ummu Sulaim juga tidak menerima lamaran-lamaran yang datang kepadanya sehinggalah Anas berusia cukup dewasa. Beliau kemudiannya dilamar oleh Abu Talhah Al-Anshary yang ketika mengajukan lamaran tersebut masih seorang musyrik. Ummu Sulaim dituntut untuk mempertimbangkan lamaran lelaki tersebut kerana Abu Talhah merupakan seorang yang berpengaruh di dalam masyarakat. Ketika Abu Talhah menemui beliau buat kali kedua untuk tujuan yang sama, Ummu Sulaim menjawab lamaran tersebut dengan berkata

Wahai Abu Talhah, lelaki seperti engkau tidak layak untuk ditolak. Tetapi engkau seorang kafir, sementara aku wanita Muslimah dan tidak mungkin bagiku untuk menikahi engkau

Apa yang perlu kulakukan untuk tujuan itu?” tanya Abu Talhah.

Hendaklah engkau menemui Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam” Jawab Ummu Sulaim.

Abu Talhah segera beranjak untuk menemui Rasulullah yang ketika itu sedang duduk di tengah-tengah para sahabat. Ketika melihat kehadiran Abu Talhah, baginda Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Abu Talhah mendatangi kalian, dan tanda-tanda keislaman tampak di antara kedua matanya”. Abu Talhah memberitahu Rasulullah apa yang dikatakan Ummu Sulaim. Akhirnya, Abu Talhah memeluk Islam di hadapan baginda dan para sahabat. Beliau juga bersetuju menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keIslamannya. Ummu Sulaim berkata kepada anaknya, “ Wahai Anas, bangkitlah dan nikahkanlah Abu Talhah”.

Tentang kisah pernikahan yang diberkati ini, Tsabit bin Aslam Al-Banany, salah seorang Tabi’in berkata, “Kami tidak pernah mendengarkan mahar yang lebih indah dari maharnya Ummu Sulaim, iaitu Islam!” (Shifatush Shafwah, 2/66; Siyar A’lamin-Nubala’, 2/29).

Firasat Ummu Sulaim terhadap Abu Talhah ternyata benar, sehingga beliau meraih kebahagiaan kerana kebaikan, keikhlasan dan kemuliaan suaminya. Abu Talhah juga berhak mengecap kebahagiaan kerana pernikahannya dengan seorang wanita Mukminah yang bertakwa, Ummu Sulaim, yang kerana beliaulah, Abu Talhah keluar dari kegelapan syirik ke cahaya tauhid, Islam dan jihad. Allah kemudiannya memuliakan suami isteri ini dengan kelahiran seorang anak lelaki yang diberi nama Abu Umair.

Ternyata Allah Subhanahu wa Taala berkehendak untuk menguji keluarga suci ini, yang sedari hari pertamanya lagi telah dibangun dengan ketakwaan. Di sinilah Ummu Sulaim tampil dengan gambaran istimewa lagi mengagumkan dari kisah-kisah sahabayiyah sezaman beliau. Beliau menghadirkan keutamaan sehingga tindakannya ini mekar sepanjang sejarah hingga Allah Subhanahu wa Taala mempusakakan dunia dan seisinya.

Suatu hari, Umair jatuh sakit dan meninggal dunia ketika Abu Thalhah pergi ke masjid. Ummu Sulaim menerima pemergian anak kecil itu dengan jiwa yang redha dan sabar seraya berucap, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Beliau membaringkan jasad anaknya di atas tempat tidurnya dan berkata kepada ahli keluarganya yang lain,”Jangan kalian sampaikan khabar ini kepada Abu Talhah berkenaan anaknya. Biar aku saja yang menyampaikan hal ini kepadanya”.

Sekembalinya dari masjid, Abu Talhah bertanyakan keadaan Umair, “Bagaimanakah keadaan anakku?

“Dia lebih tenang dari keadaan sebelumnya” jawab Ummu Sulaim. Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam kepada Abu Talhah dan menghiaskan dirinya secantik mungkin. Pada malam tersebut, mereka berjima’ dan setelah selesai, Ummu Sulaim mengkhabarkan kematian Umair kepada suaminya. Abu Talhah bersedih serta timbul kemarahan di hatinya. Beliau mendatangi Rasulullah dan menceritakan perlakuan isterinya. Mendengarkan kisah tersebut, Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan di tengah umatku seorang wanita yang sabar seperti kesabaran wanita Bani Israel”. (As-Sirah Al-Halabiyah, 3/74)

Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepada Abu Talhah, “Apakah semalam kalian telah berjima’?”. “Ya”. Jawab Abu Talhah. Rasulullah mendoakan keberkahan bagi pasangan tersebut dan doa baginda Sallallahu Alaihi wa Sallam ini dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Taala,. Ummu Sulaim melahirkan anak lelaki yang diberi nama Abdullah hasil dari perhubungan tersebut. Diriwayatkan, Abdullah bin Abu Talhah termasuk orang-orang yang soleh. Tanda itu jelas terlihat di wajahnya. Abayah bin Rafi’ berkata, “ Aku melihat anak itu di kemudian hari mempunyai tujuh anak lelaki yang kesemuanya hafal Al-Quran” (Ath-thabaqat, 8/334; Sifathush-Shafwah, 2/69; Dala’ilun-Nubuwwah, 6/199)

Apakah Yang Engkau Miliki Wahai Ummu Sulaim?
Ummu Sulaim radhiallahu anha sentiasa memberikan hadiah dan makanan kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Taala juga memuliakan beliau dan memberkati pemberiannya kepada baginda Rasul. Kisah ini dituturkan sendiri oleh Anas bin Malik ketika mengkhabarkan barakah dari kebiasaan ibunya itu. Ummu Sulaim pernah mengarahkan seorang pembantunya untuk menghantarkan makanan berupa daging kambing kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam. Selesai menghantarkan pemberian tersebut, kantung kosong tersebut dikembalikan ke rumah Ummu Sulaim di saat beliau tiada di rumah. Sekembalinya ke rumah, Ummu Sulaim mendapati kantung tersebut masih penuh berisi. Lantas, beliau kembali kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam untuk meminta kepastian.

Ummu Sulaim berkata, ” Demi yang mengutusmu dengan kebenaran dan agama yang benar, kantung ini masih penuh berisikan makanan yang kuberikan padamu sedangkan engkau wahai Rasulullah telah menerimanya dari pembantuku”
Baginda lantas menjawab, ”Wahai Ummu Sulaim, apakah engkau hairan kerana Allah telah memberikan makanan kepadamu sebagaimana engkau telah memberikan makanan kepada RasulNya? Makanlah dan berikanlah makanan itu kepada yang lain”. Ummu Sulaim kembali ke rumahnya dan membahagikan makanan itu di dalam sebuah mangkuk besar untuk 2000 orang sehingga ia menjadi bekalan makanan untuk tempoh sebulan atau dua bulan! (Hayatus-Sahabah, 3/635)

Anas turut menceritakan bahawa ibunya sering mengirimkan talam yang berisi kurma segar kepada baginda Sallallahu Alaihi wa Sallam kerana mengetahui kesukaan Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam itu. Dalam kisah yang lain, Abu Talhah pernah memberitahu kepada Ummu Sulaim tentang keadaan Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam yang sedang menahan lapar yang teramat sangat dengan berkata, ” Aku mendengar suara Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam melemah. Aku melihat beliau merasa lapar. Maka, apakah engkau mempunyai sesuatu yang boleh diberikan kepada baginda?”. Ummu Sulaim segera mengeluarkan beberapa gumpalan adunan roti dari tepung gandum dan menyuruh anaknya, Anas untuk mengirimkannya kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi wa sallam yang sedang berada di masjid bersama dengan para sahabat. Oleh kerana ramainya para sahabat yang mengelilingi Rasulullah ketika itu, Anas merasa malu untuk menyampaikan pemberian yang sedikit itu. Menyedari kehadiran Anas, Rasulullah segera menyapanya dengan berkata, ” Adakah orang tuamu mengutusmu ke sini?”. Anas mengiyakan. Rasulullah segera bersabda kepada para sahabat untuk berangkat ke rumah Abu Talhah. Di saat itu, Abu Talhah mulai ragu kerana mereka tidak memiliki sesuatu apapun untuk dihidangkan kepada para tetamu yang ramai tetapi Ummu Sulaim mencelah, ”Percayalah, Allah dan RasulNya lebih mengetahui!

Wahai Ummu Sulaim! Apakah yang engkau miliki saat ini?” Tanya Rasulullah.

Ummu Sulaim membawakan beberapa gumpalan roti yang ingin diberikannya kepada Rasulullah sebelumnya. Baginda mendoakan barakah ke atas pemberian tersebut, maka mereka semua menikmati makanan tersebut sehingga kekenyangan, walhal bilangan para sahabat ketika itu mencecah 90 orang lelaki. Subhanallah! (Tarikhul Islam, Adz-Zahaby, 1/357; Dala’ilun-Nubuwwah,2/532; Wafa’-ul-wafa’, 3/881-882. Diriwayatkan oleh Muttafaq Alaih. Imam Malik turut meriwayatkannya di dalam Al-Muwaththa’).

Kedermawanan dan kemurahan hati Ummu Sulaim tidak berhenti setakat di situ sahaja. Ketika Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam menikahi Zainab binti Jahsy, beliaulah yang menyediakan jamuan walimatul urus tersebut dengan menghidangkan makanan kegemaran Rasulullah sendiri. Barakah dari pemberian tersebut juga (dengan izin Allah) dapat menampung bilangan para sahabat yang ramai menghadiri majlis tersebut.

Maha suci Allah di atas segala kebaikan dan keberkatan yang dikurniakan kepada hamba-hambaNya yang beriman!

Wanita Yang Memenuhi Hak dan Kebajikan
Ummu Sulaim radhiallahu anha termasuk di kalangan para sahabiyah utama yang bijaksana, memiliki pendapat yang lurus, kecerdikan dan firasat yang tinggi disamping berada pada akhlak-akhlak yang mulia serta menghimpun beberapa sifat yang baik dan suci. Lantaran keperibadiannya inilah, beliau sering mengajukan persoalan-persoalan berkaitan agama kepada Rasulullah.

Tentang sikap beliau ini,  Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha pernah berkata, ” Sebaik-baik wanita ialah wanita-wanita Ansar. Mereka tidak merasakan malu untuk bertanya tentang masalah-masalah agama dan untuk memahaminya” (Ath-Thabaqat, 8/421).

Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam juga sering mengajarkan pelbagai masalah agama dan ibadah kepada beliau. Di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Anas bin Malik, ”Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam mengunjungi Ummu Sulaim lalu mendirikan solat tathawu’ di rumah beliau, lalu beliau bersabda, ”Wahai Ummu Sulaim, jika engkau sudah selesai mendirikan solat wajib, maka ucapkanlah subhanallah sepuluh kali, alhamdulillah sepuluh kali dan Allahu Akbar sepuluh kali, kemudian mohonlah kepada Allah menurut apapun kehendakmu, kerana dengan demikian akan dikatakan kepadamu, ’Ya, ya,ya!’”

Dengan akhlak dan kecintaan beliau kepada Allah dan RasulNya jualah yang menghantarkan beliau kepada kedudukan yang tinggi di sisi baginda Rasul, sehingga baginda sering mengajarkan dan memberikan pengarahan secara halus dalam pelaksanaan ibadah beliau. Ibnu Sa’d menyebutkan bahawa Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam pernah bertanya, ”Mengapa Ummu Sulaim tidak menunaikan haji bersama kami pada tahun ini?”
Ummu Sulaim menjawab, ”Wahai Nabi Allah, suamiku hanya memiliki dua ekor unta. Yang satu digunakannya untuk menunaikan haji dan satunya lagi dia tinggalkan untuk mengairi kebun kurmanya”
Maka baginda bersabda,” Jika tiba bulan Ramadhan, maka kerjakanlah umrah, kerana umrah pada bulan tersebut setara dengan haji di bulan Zulhijjah”. Dalam hadith lain, beliau bersabda,”Umrah pada bulan Ramadhan itu akan menggantikan hajimu bersamaku”.

Keberanian dan Jihadnya
Kita telah mengenali tokoh wanita kali ini sebagai seorang wanita yang terpandang, mulia dan terhormat, termasuk golongan wanita yang terawal menerima Islam. Kita juga telah mengenalinya sebagai isteri yang solehah, ibu yang penuh kasih sayang, ahli ibadah yang taat, dermawan dan murah hati. Lalu, bagaimana pula dengan jihadnya?

Tidak dapat diragukan bahawa beliau sering terlibat dalam pelbagai peristiwa penting, malah menyertai sejumlah wanita lain yang ikut berjihad bersama Rasulullah. Ath-Thabrany mentakhrij dari Ummu Sulaim radhiallahu anha, beliau berkata, ”Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam berperang yang disertai beberapa wanita dari kalangan Ansar, lalu kami memberikan minum orang-orang yang sakit dan mengubati orang-orang yang terluka

Diriwayatkan juga dari Anas bin Malik ra, beliau berkata, "Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam pernah berperang bersama Ummu Sulaim serta beberapa wanita lain di kalangan Ansar, yang bertugas memberikan minuman dan mengubati orang-orang yang terluka.” (Ditakhrij Muslim)

Al Imam Adz-Zahaby Rahimahullah menyebutkan bahawa Ummu Sulaim radhiallahu anha ikut bersama di dalam Perang Hunain dan Uhud, dan dia termasuk wanita yang utama. (Siyar A’lamin-Nubala’, 2/304).

Muhammad bin Sirin, seorang tabi’in mulia pernah menyebutkan bahawa Ummu Sulaim menyertai Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam di Perang Uhud padahal ketika itu beliau sedang mengandungkan anaknya, Abdullah bin Abu Thalhah. Beliau membawa bersamanya sebuah tombak pendek yang diselitkan di pinggangnya. Abu Thalhah menemui Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam untuk mengkhabarkan tindakan isteri beliau. Hasilnya, Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam tersenyum mendengarkan tingkah sahabiyyah terdekat tersebut. Baginda lantas bertanya kepada Ummu Sulaim tentang kegunaan tombak pendek itu dan dijawab dengan berani oleh beliau, ”Jika ada salah seorang antara orang-orang Musyrik mendekatiku, maka aku akan menikamnya dengan tanganku sendiri!”

Inilah dia salah seorang sahabiyyah yang mendapat kemuliaan jihad di sisi barisan kaum Muslimin. Semoga Allah Subhanahu wa Taala mengurniakan balasan setimpal buat beliau.

Kerana Aku Sangat Menyayanginya!   
Di antara bukti yang menunjukkan bahawa Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang khusus dan istimewa di sisi Rasulullah boleh dinilai dari pertuturan Anas bin Malik, ”Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam tidak biasa memasuki rumah lain selain rumah Ummu Sulaim.Ketika hal ini ditanyakan kepada Baginda Rasul, Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ’Kerana aku sangat menyayanginya, saudaranya terbunuh ketika bersama aku” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).

Saudaranya yang dimaksudkan di sini ialah Haram bin Milhan, yang turut sama berjihad di medan Badar, Uhud, lalu gugur syahid fi sabilillah dalam Perang Bi’r Ma’unah pada tahun keempat setelah hijrah. Beliaulah yang mengucapkan kata-kata terkenal ”Demi Rabb Kaabah! Aku telah meraih keberuntungan yang besar” sejurus selepas beliau ditikam musuh dari arah belakang sehingga hujung tombak menembusi dadanya dan mata tombak terlihat dari arah hadapan tubuhnya. Semoga Allah redha kepadaNya seperti redhanya beliau kepada Tuhannya. (Siyar A’lamin-Nubala’, 2/307; Al-Ibtishar, hal. 36).

Rasulullah sangat sering mengunjungi Ummu Sulaim di rumah beliau, memberikan sesuatu dan mendoakan keluarga tersebut. Anas meriwayatkan hal ini dengan berkata,” Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam datang ke rumah kami, sementara yang ada di rumah hanya aku, ibuku, dan ibu saudaraku, lalu beliau bersabda, ’Bangunlah kalian, kerana aku akan solat bersama kalian. Para wanita solat di sebelah kanan baginda. Selesai solat, baginda mendoakan segala kebaikan dunia dan akhirat bagi kami” (Al-Ibtishar, hal. 39-40).

Anas juga pernah menuturkan, ”Jika Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam lalu tidak jauh dari tempat Ummu Sulaim, maka baginda akan menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya” (Diriwayakan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Nasaei)

Maka, cukuplah kebanggaan dan kemuliaan bagi Ummu Sulaim kerana Rasulullah sendiri telah mengkhususkan kunjungan, salam, doa dan solat di rumahnya.

Nisa’ Mubasysyarat Bil Jannah!
Sahabiyah Ummu Sulaim radhiallahu anha adalah salah seorang wanita utama yang meninggalkan jejak yang abadi di dalam sejarah Islam. Al Imam An-Nawawy Rahimahullah berkata tentang dirinya, ” Dia termasuk wanita-wanita yang utama” (Tahdzibul-Asma’, 2/363).

Beliau seorang isteri yang solehah, daie yang bijaksana dan pendidik yang utama dengan cara menyerahkan anaknya ke madrasah Nubuwwah untuk menceduk ilmu dan hikmah langsung dari sumbernya sehingga anak beliau meraih gelar dan darjat yang tinggi di sisi Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam.

Di samping itu, Ummu Sulaim radhiallahu anha juga seorang penghafal hadis Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau meriwayatkan empat belas hadis dari baginda, dua hadis Muttafaq Alaihi, satu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan dua hadis diriwayatkan oleh Muslim.

Ummu Sulaim radhiallahu anha juga mendapatkan khabar gembira sebagai salah seorang nisa’ mubasysyarat bil jannah (wanita yang dijamin syurga). Khabar ini disampaikan melalui Anas bin Malik radhiallahu anhu yang menuturkan dari sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam, ”Aku masuk syurga lalu aku terdengar sebuah suara di hadapanku. Ternyata aku sedang berhadapan dengan Al-Ghumaisya’ bintu Milhan” [HR Bukhari]

Al-Ghumaisya’ dalam hadis di atas ialah Ummu Sulaim radiallahu anha. Sesungguhnya keberuntungan yang besar bagi diri sahabiyah utama ini atas keredhaan Allah dan kecintaan Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam terhadapnya.
   
Wallahu 'alam 

Jumat

NABI SULAIMAN & RATU BILQIS


Setelah Nabi Sulaiman membangunkan Baitulmaqdis dan melakukan ibadah haji sesuai dengan nadzarnya pergilah ia meneruskan perjalannya ke Yeman. Setibanya di San’a – ibu kota Yeman ,ia memanggil burung hud-hud sejenis burung pelatuk untuk disuruh mencari sumber air di tempat yang kering tandus itu. Ternyata bahawa burung hud-hud yang dipanggilnya itu tidak berada diantara kawasan burung yang selalu berada di tempat untuk melakukan tugas dan perintah Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman marah dan mengancam akan mengajar burung Hud-hud yang tidak hadir itu bila ia datang tanpa alasan yang nyata.

Berkata burung Hud-hud yang hinggap didepan Sulaiman sambil menundukkan kepala ketakutan: “Aku telah melakukan penerbangan pengintaian dan menemukan sesuatu yang sangat penting untuk diketahui oleh paduka Tuan. Aku telah menemukan sebuah kerajaan yang besar dan mewah di negeri Saba yang dikuasai dan diperintah oleh seorang ratu. Aku melihat seorang ratu itu duduk di atas sebuah tahta yang megah bertaburkan permata yang berkilauan. Aku melihat ratu dan rakyatnya tidak mengenal Tuhan Pencipta alam semesta yang telah mengurniakan mereka kenikmatan dan kebahagian hidup. Mereka tidak menyembah dan sujud kepada-Nya, tetapi kepada matahari. Mereka bersujud kepadanya dikala terbit dan terbenam. Mereka telah disesatkan oleh syaitan dari jalan yang lurus dan benar.”
Berkata Sulaiman kepada Hud-hud: “Baiklah, kali ini aku ampuni dosamu karena berita yang engkau bawakan ini yang aku anggap penting untuk diperhatikan dan untuk mengesahkan kebenaran beritamu itu, bawalah suratku ini ke Saba dan lemparkanlah ke dalam istana ratu yang engkau maksudkan itu, kemudian kembalilah secepat-cepatnya, sambil kami menanti perkembangan selanjutnya bagaimana jawaban ratu Saba atas suratku ini.”

Hud-hud terbang kembali menuju Saba dan setibanya di atas istana kerajaan Saba dilemparkanlah surat Nabi Sulaiman tepat di depan ratu Balqis yang sedang duduk dengan megah di atas tahtanya. Ia terkejut melihat sepucuk surat jatuh dari udara tepat di depan wajahnya. Ia lalu mengangkat kepalanya melihat ke atas, ingin mengetahui dari manakah surat itu datang dan siapakah yang secara kurang hormat melemparkannya tepat di depannya. Kemudian diambillah surat itu oleh ratu, dibuka dan baca isinya yang berbunyi: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, surat ini adalah dariku, Sulaiman. Janganlah kamu bersikap sombong terhadapku dan menganggap dirimu lebih tinggi daripadaku. Datanglah sekalian kepadaku berserah diri.”
Setelah dibacanya berulang kali surat Nabi Sulaiman Ratu Balqis memanggil para pembesarnya dan para penasihat kerajaan berkumpul untuk memusyawarahkan tindakan apa yang harus diambil sehubungan dengan surat Nabi Sulaiman yang diterimanya itu.
Berkatlah para pembesar itu ketika diminta petimbangannya: “Wahai paduka tuan ratu, kami adalah putera-putera yang dibesarkan dan dididik untuk berperang dan bertempur dan bukan untuk menjadi ahli pemikir atau perancang yang patut memberi partimbangan atau nasihat kepadamu. Kami menyerahkan kepadamu untuk mengambil keputusan yang akan membawa kebaikan bagi kerajaan dan kami akan tunduk dan melaksanakan segala perintah dan keputusanmu tanpa ragu. Kami tidak akan gentar menghadapi segala ancaman dari mana pun datangnya demi menjaga keselamatanmu dam keselamatan kerajaanmu.”
Ratu Balqis menjawab: “Aku memperoleh kesan dari uraianmu bahwa kamu mengutamakan cara kekerasan dan kalau perlu kamu tidak akan gentar masuk medan perang melawan musuh yang akan menyerbu. Aku sangat berterima kasih atas kesetiaanmu kepada kerajaan dan kesediaanmu menyabung nyawa untuk menjaga keselamatanku dan keselamatan kerajaanku. Akan tetapi aku tidak sependirian dengan kamu sekalian. Menurut partimbanganku, lebih bijaksana bila kami menempuh jalan damai dan menghindari cara kekerasan dan peperangan. Sebab bila kami menentang secara kekerasan dan sampai terjadi perang dan musuh kami berhasil menyerbu masuk kota-kota kami, maka niscaya akan berakibat kerusakan dan kehancuran yang sangat menyedihkan. Mereka akan menghancur binasakan segala bangunan, memperhambakan rakyat dan merampas segala harta milik dan peninggalan nenek moyang kami. Hal yang demikian itu adalah merupakan akibat yang wajar dari tiap peperangan yang dialami oleh sejarah manusia dari masa ke semasa. Maka menghadapi surat Sulaiman yang mengandung ancaman itu, aku akan coba melunakkan hatinya dengan mengirimkan sebuah hadiah kerajaan yang akan terdiri dari barang-barang yang berharga dan bermutu tinggi yang dapat mempesonakan hatinya dan menyilaukan matanya dan aku akan melihat bagaimana ia memberi tanggapan dan reaksi terhadap hadiahku itu dan bagaimana ia menerima utusanku di istananya.”
Selagi Ratu Balgis siap-siap mengatur hadiah kerajaan yang akan dikirim kepada Sulaiman dan memilih orang-orang yang akan menjadi utusan kerajaan membawa hadiah, tibalah hinggap di depan Nabi Sulaiman burung pengintai Hud-hud memberitakan kepadanya rancangan Balqis untuk mengirim utusan membawa hadiah baginya sebagai jawaban atas surat beliau kepadanya. Setelah mendengar berita yang dibawa oleh Hud-hud itu, Nabi Sulaiman mengatur rencana penerimaan utusan Ratu Balqis dan memerintahkan kepada pasukan Jinnya agar menyediakan dan membangunkan sebuah bangunan yang megah yang tiada taranya yang akan menyilaukan mata utusan Balqis bila mereka tiba.
Tatkala utusan Ratu Balqis datang, diterimalah mereka dengan ramah tamah oleh Sulaiman dan setelah mendengar uraian mereka tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka dengan hadiah kerajaan yang dibawanya, berkatalah Nabi Sulaiman: “Kembalilah kamu dengan hadiah-hadiah ini kepada ratumu. Katakanlah kepadanya bahawa Allah telah memberiku rezeki dan kekayaan yang melimpah ruah dan mengaruniaiku dengan karunia dan nikmat yang tidak diberikannya kepada seseorang dari makhluk-Nya. Di samping itu aku telah diutuskan sebagai nabi dan rasul-Nya dan dianugerahi kerajaan yang luas yang kekuasaanku tidak saja berlaku atas manusia tetapi mencakup juga jenis makhluk Jin dan binatang-binatang. Maka bagaimana aku akan dapat dibujuk dengan harta benda dan hadiah serupa ini? Aku tidak dapat dilalaikan dari kewajiban dakwah kenabianku oleh harta benda dan emas walaupun sepenuh bumi ini. Kamu telah disilaukan oleh benda dan kemegahan duniawi, sehingga kamu memandang besar hadiah yang kamu bawakan ini dan mengira bahawa akan tersilaulah mata kami dengan hadiah Ratumu. Pulanglah kamu kembali dan sampaikanlah kepadanya bahawa kami akan mengirimkan bala tentera yang sangat kuat yang tidak akan terkalahkan ke negeri Saba dan akan mengeluarkan ratumu dan pengikut-pengikutnya dari negerinya sebagai- orang-orang yang hina-dina yang kehilangan kerajaan dan kebesarannya, jika ia tidak segera memenuhi tuntutanku dan datang berserah diri kepadaku.”
Utusan Balqis kembali melaporkan kepada Ratunya apa yang mereka alami dan apa yang telah diucapkan oleh Nabi Sulaiman. Balqis berfikir, jalan yang terbaik untuk menyelamatkan diri dan kerajaannya ialah menyerah saja kepada tuntutan Sulaiman dan datang menghadap dia di istananya. Nabi Sulaiman berhasrat akan menunjukkan kepada Ratu Balqis bahawa ia memiliki kekuasaan ghaib di samping kekuasaan lahirnya dan bahwa apa yang dia telah ancamkan melalui rombongan utusan bukanlah ancaman yang kosong. Maka bertanyalah beliau kepada pasukan Jinnya, siapakah diantara mereka yang sanggup mendatangkan tahta Ratu Balqis sebelum orangnya datang berserah diri.
Berkata Ifrit, seorang Jin yang tercerdik: “Aku sanggup membawa tahta itu dari istana Ratu Balqis sebelum engkau sempat berdiri dari tempat dudukimu. Aku adalah pesuruhmu yang kuat dan dapat dipercayai.” Seorang lain yang mempunyai ilmu dan hikmah nyeletuk berkata: “Aku akan membawa tahta itu ke sini sebelum engkau sempat memejamkan matamu.”
Ketika Nabi Sulaiman melihat tahta Balqis sudah berada didepannya, berkatalah ia: “Ini adalah salah satu karunia Tuhan kepadaku untuk mencoba apakah aku bersyukur atas karunia-Nya itu atau mengingkari-Nya, karena barang siapa bersyukur maka itu adalah semata-mata untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa mengingkari nikmat dan karunia Allah, ia akan rugi di dunia dan di akhirat dan sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Mulia.”
Menyonsong kedatangan Ratu Balqis, Nabi Sulaiman memerintahkan orang-orangnya agar mengubah sedikit bentuk dan warna tahta Ratu itu yang sudah berada di depannya kemudian setelah Ratu itu tiba berserta pengiring-pengiringnya, bertanyalah Nabi Sulaiman seraya menundingkan kepada tahtanya: “Serupa inikah tahtamu?” Balqis menjawab: “Seakan-akan ini adalah tahtaku sendiri,” seraya bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana mungkin bahawa tahtanya berada di sini padahal ia yakin bahawa tahta itu berada di istana tatkala ia bertolak meninggalkan Saba.
Selagi Balgis berada dalam keadaan kacau fikiran, keheranan melihat tahta kerajaannya sudah berpindah ke istana Sulaiman, ia dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang sengaja dibangun untuk penerimaannya. Lantai dan dinding-dindingnya terbuat dari kaca putih. Balqis segera menyingkapkan pakaiannya ke atas betisnya ketika berada dalam ruangan itu, mengira bahawa ia berada di atas sebuah kolam air yang dapat membasahi tubuh dan pakaiannya.
Berkata Nabi Sulaiman kepadanya: “Engkau tidak usah menyingkap pakaianmu. Engkau tidak berada di atas kolam air. Apa yang engkau lihat itu adalah kaca-kaca putih yang menjadi lantai dan dinding ruangan ini.”
“Oh,Tuhanku,” Balqis berkata menyedari kelemahan dirinya terhadap kebesaran dan kekuasaan Tuhan yang dipertunjukkan oleh Nabi Sulaiman, “aku telah lama tersesat berpaling daripada-Mu, melalaikan nikmat dan karunia-Mu, merugikan dan menzalimi diriku sendiri sehingga terjatuh dari cahaya dan rahmat-Mu. Ampunilah aku. Aku berserah diri kepada Sulaiman Nabi-Mu dengan ikhlas dan keyakinan penuh. Kasihanilah diriku wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”
Demikianlah kisah Nabi Sulaiman dan Balqis Ratu Saba. Dan menurut sementara ahli tafsir dan ahli sejarah nabi-nabi, bahawa Nabi Sulaiman pada akhirnya kawin dengan Balqis dan dari perkawinannya itu lahirlah seorang putera. Menurut pengakuan maharaja Ethiopia Abessinia, mereka adalah keturunan Nabi Sulaiman dari putera hasil perkawinannya dengan Balqis itu. Wallahu alam bisshawab.
Al-Quran mengisahkan bahawa tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kematian Sulaiman kecuali rayap yang memakan tongkatnya yang ia sandar kepadanya ketika Tuhan mengambil rohnya. Para Jin yang sedang mengerjakan bangunan atas perintahnya tidak mengetahui bahawa Nabi Sulaiman telah mati kecuali setelah mereka melihat Nabi Sulaiman tersungkur jatuh di atas lantai, akibat jatuhnya tongkat sandarannya yang dimakan oleh rayap. Sekiranya para Jin sudah mengetahui sebelumnya, pasti mereka tidak akan tetap meneruskan pekerjaan yang mereka anggap sebagai siksaan yang menghinakan.
Berbagai cerita yang dikaitkan orang pada ayat yang mengisahkan matinya Nabi Sulaiman, namun karena cerita-cerita itu tidak ditunjang dikuatkan oleh sebuah hadis sahih yang muktamad, maka sebaiknya kami berpegang saja dengan apa yang dikisahkan oleh Al-Quran dan selanjutnya Allah lah yang lebih Mengetahui dan kepada-Nya kami berserah diri.

Kisah Nabi Sulaiman dapat dibaca di dalam Al-Quran, surah An-Naml ayat 15 sehingga ayat 44

KETABAHAN SUMMAYAH DIHADIAHKAN SYAHID YANG INDAH


SUMAYYAH Khayyat adalah wanita pertama syahid pada jalan Allah sebelum hijrah. Pengorbanan beliau adalah simbol kebesaran Islam dan menjadi teladan kepada semua umat.Sumayyah hidup sebatang kara dan menjadi hamba kepada Abu Huzaifah al-Mughirah, hartawan Bani Makhzum yang terkenal. Beliau adalah isteri kepada Yasir, pedagang yang datang ke kota Makkah untuk mencari saudaranya yang hilang.

Saudara yang dicari Yasir tidak ditemui lalu dia mengambil keputusan untuk terus menetap di kota Makkah kerana terpegun dengan kemakmuran di situ. Namun disebabkan kehidupan di kota Makkah yang mengutamakan hidup bersuku-suku, Yasir akhirnya meminta perlindungan daripada Bani Makh-zum. Kemudian, Yasir ditempatkan di bawah jagaan Abu Huzaifah yang turut menjaga Sumayyah.

Akhirnya, Yasir dikahwinkan dengan Sumayyah dan pasangan itu dikurniakan dua cahaya mata iaitu Ammar dan Ubaidullah. Lama-kelamaan, kedua-dua anak mereka meningkat dewasa, manakala umur Sumayyah serta suaminya pula kian bertambah.

Pada permulaan Islam, dakwah Islamiah yang dibawa Nabi Muhammad menarik perhatian segelintir masyarakat Arab Jahiliah. Sinar Islam yang dibawa Nabi Muhammad turut membuatkan salah seorang anak Sumayyah, Ammar untuk mendalaminya.

Justeru, beliau memeluk Islam lebih-lebih lagi selepas tertarik dengan ajarannya yang tidak membezakan darjat antara manusia. Sesudah itu, Ammar berusaha menyebarkan dakwah Islam kepada keluarganya lalu akhirnya mereka turut memeluk Islam tanpa syak wasangka.

Bagaimanapun, sikap golongan Quraisy yang rata-rata menyembah berhala agak lantang terhadap Islam. Mereka memusuhi Islam yang dibawa Rasulullah dan menyeksa mana-mana individu yang memeluk agama itu.

Mereka amat berharap agar kaum Muslimin kembali kepada agama nenek moyang. Walaupun diugut oleh golongan Musyrikin, Sumay-payah langsung tidak gentar sebaliknya menegaskan kebenaran Islam yang dianutinya. Baginya, pilihan itu adalah tepat dan benar.

Peristiwa Sumayyah memeluk Islam turut diketahui Bani Makhzum. Akibatnya, Sumayyah dan ahli keluarganya ditangkap serta diseksa termasuk dijemur di bawah pancaran cahaya matahari.

Mereka diseksa dengan kejam tanpa belas kasihan daripada orang kafir itu. Seksaan Sumayyah lebih teruk lagi di mana beliau ditabur dengan pasir yang panas dan diletakkan batu besar di atas tubuhnya.

Namun, keimanan beliau kepada Allah mengatasi segala-galanya dan beliau tidak pernah merintih kesakitan. Sebaliknya, perkataan yang keluar dari mulut beliau hanya ‘Ahad! Ahad! Ahad!’ (Allah Yang Satu)’.

Keadaan itu menambahkan lagi kemarahan Bani Makhzum dan mereka terus menyeksa Sumayyah agar kembali kepada agama asal. Sumayyah dan keluarga tetap tidak berganjak daripada keputusannya walaupun diseksa dengan kejam.

Semua penduduk Makkah menyaksikan penyeksaan itu, namun tidak ada yang mampu berbuat apa-apa kerana takutkan ancaman Bani Makhzum. Rasulullah yang melintasi tempat itu bersimpati dengan nasib Sumayyah dan keluarganya. Lalu Baginda bersabda: “Bersabarlah keluarga Yasir. Sesungguhnya janji kamu nanti adalah di syurga”.

Kewibawaan Sumayyah kian terserlah sebaik saja mendengar kata-kata Rasulullah. Iman beliau kian bertambah kerana janji yang diucapkan Baginda adalah benar. Lagi pun Sumayyah hanya seorang wanita dan tidak mampu menghalang seksaan itu, namun beliau tetap tabah menghadapinya.

Sesungguhnya, ketabahan yang ditonjolkan Sumayyah amat mengagumkan umat Islam. Malah, Bani Makhzum berasa tercabar dengan ketabahan beliau dan merasa amat benci.

Kemudian, Abu Jahal, terus memujuk Sumayyah agar kembali ke agama asal mereka namun ia tidak diendahkan Sumayyah. Kata-kata yang disebut Sumayyah melukakan hati dan menghilangkan kesabaran Abu Jahal lalu menikam pangkal dada Sumayyah dengan pedangnya tanpa perasaan simpati.

Sumayyah akhirnya terkorban dan peristiwa berkenaan disaksikan seluruh penghuni kota Makkah ketika itu. Suaminya, Yasir turut terkorban selepas kematian Sumayyah.

Syiar Islam yang dipegang oleh Sumayyah melambangkan kebenaran dan kebesaran Allah. Selepas kematian Sumayyah, orang Islam di kota Makkah berhijrah ke Madinah dan membuka era baru dakwah Rasulullah.

Pembunuh Sumayyah iaitu Abu Jahal akhirnya menemui ajal dalam Perang Badar selepas bertarung dengan tentera Islam. Sesungguhnya, peristiwa kematian Sumayyah adalah lambang pengorbanan sejati dan menjadi semangat kepada seluruh umat Islam.

Asiyah binti Muzahim



Dia adalah wanita yang hidup di istana paling agung di zamanya. Disekeliling terdapat para pelayan dan dayang-dayang yang siap melayannya sepanjang waktu. Hidupnya yang penuh dengan kemewahan dan kenikmatan.

Wanita itu bernama Aisyah binti Muzahim r.a isteri Fir'aun. Seorang wanita yang memiliki tubuh yang lemah, beriman dan tenang dalam istananya. Dari dalam hatinya terpancar cahaya keimanan. Dia menentang realiti arus jahiliyah yang dipimpin oleh suaminya sendiri.

Sesungguhnya, dia adalah contoh wanita yang meiliki visi yang amat jauh sehingga melampaui istana yang didiaminya, hamparan empuk yang dipijak dan kehidupan yang berlimpah dengan kemewahan dan juga melampaui semua pelayan perempuan dan lelaki yang selalu sedia melayan semua keperluannya. Oleh kerana itu, ia berhak untuk diabdikan sebutannya oleh Allah, Tuhan semester alam dalam kitab-Nya yang terpelihara dan Dia menjadikannya sebagai teladan yang ideal bagi orang beriman. Dalam firman Allah yang bermaksud:
"Dan Allah mengemukan satu contah perbandingan(yang menyatakan tidak ada mudaratnya) kepada orang-orang mukmin(berhubung rapat dengan orang kafir kalau tidak terjejas kepada imannya), iaitu: perihal isteri Fir'aun, ketika dia berkata:Wahai Tuhan ku, binalah untukku sebuah rumah disisi-Mu sebuah Syurga dan selamatkanlah daku daripada Fir'aun dan perbuatannya(yang kufur dan buas), serta selamatkanlah daku dari kaum yang zalim." (Surah At-Tahrin: ayat 11)

Para ulama' berpendapat tentang tafsir dari ayat yang mulia ini, mereka berkata: "Aisyah telah memilih berdamping dengan Allah sebelum memohon istana di Syurga."

Rasulullah s.a.w memberi penghargaan kepadanya dengan meletakkannya pada jajaran wanita-wanita yang sempurna. Perkara itu sebagaimana terungkap dalam sabdanya:

"Telah banyak daripada kaum lelaki yang mencapai kesempurnaan, tetapi yang tiada mencapai kesempurnaan dari kaum wanita, kecuali hanya Aisyah, isteri Fir'aun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya keutamaan Aisyah di atas kaum wanita sama halnya dengan keutamaan tharit( bubur roti yang lazat lengkap dengan keju) di atas makanan lainnya."

Itulah Aisyah yang menjadi mukminah, lampu terag yang bersinar dalam kegelapan istana Fir'aun. Dan sekarang ini, siapa yang menerangi kita dengan cahayaNya yang tersebar bersama kesabaran dan keteguhan berdakwah di jalan Allah?

" resent post "