Rabu

Maknai dulu apa itu Salam!




Tahukah kita makna “assalamu ‘alaykum waråhmatullåhi wabaråkaatuh”? ataukah hanya kita kenali sebagai kata sapaan biasa?! Sungguh rendah jika hanya itu yang kita tahu, tak heran kita jarang menyebarkan salam, dan sangat bakhil ketika menyebarkan/menjawab-nya, yakni kebanyakan dari kita dengan menyingkat-nyingkat (‘samlekum‘ ‘askum‘, ‘ass‘, ‘asslmkm‘, ‘wass‘, ‘wass wr. wb‘ dll;) ketika menyebarkan atau menjawab salam dengan tulisan, atau dengan menjawab KUM SALAM (saja) jika menjawab dengan lisan. Lantas apakah arti semua singkatan itu?!




Memaknai Salam

Tahukah kita apa makna assalamu ‘alaykum? terlebih lagi jika kita “ketik” atau ucapkan secara lengkap dengan -assalamu ‘alaykum waråhmatullåhi wabaråkaatuh-? tahukah kita keagungan do’a ini?
Terdapat tiga hal didalamnya:
1. Mendoakan keselamatan (Assalamu Alaikum = Semoga Keselamatan atasmu)
2. Mendoakan Rahmat (Warrahmatullah = Dan (limpahan) Rahmat Allåh)
3. Mendoakan Berkah (Wabarakatuh = Dan (juga limpahan) Keberkahan [Allåh])
Mungkin karena kita tidak mendalami, kemuliaan dan keagungan doa ini sehingga kita tidak merasa hal ini adalah hal yang sangat melanggengkan hubungan seorang muslim.
Bagaimana tidak, bukankah Råsulullåh shållallåhu ‘alaihi wa sallam bersabda, (yang artinya),
“Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidak dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai. Salah satu bentuk kecintaan adalah menebar salam antar sesama muslim.”
(HR. Muslim)
Sufyan bin ‘Uyaynah Råhimahullåh dalam menafsirkan salam berkata:
“Ucapan assalamu’alaikum, berarti ia mengatakan “kau selamat dari gangguanku dan aku selamat dari gangguanmu”, lalu yang diberi salam mendo’akannya dan mengatakan, wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wa barakatuh.”
Kemudian beliau melanjutkan
“Maka tak sepantasnya jika kedua bela pihak yang saling mengucap salam tersebut menggunjing di belakangnya dengan sesuatu yang tidak layak, baik berupa ghibah ataupun selainnya.”
[Hilyatul Auliya' 7/282]
Salam cerminan akhlaq mulia dalam diri seseorang

Syaikh ‘Abdul Malik al-Qåsim menjelaskan:

- Salam itu menunjukkan ketawadhu’an seorang muslim, ia juga menunjukkan kecintaan kepada saudaranya yang lain.
- Salam menggambarkan akan kebersihan hatinya dari dengki, dendam, kebencian, kesombongan dan rasa memandang rendah orang lain.
- Salam merupakan hak kaum muslimin antara satu dengan lainnya, ia merupakan sebab dicapainya rasa saling mengenal, bertautnya hati dan bertambahnya rasa kasih sayang serta kecintaan.
- Ia juga merupakan sebab diperolehnya kebaikan dan sebab seseorang masuk surga.
- (dan) Menyebarkan salam adalah salah satu bentuk menghidupkan sunnah al-Musthåfa Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Dinukil dari artikel abu salma: Sifat Salam Råsulullåh
Salam merupakan sunnah Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam, dan merupakan amalan paling baik yang mencerminkan akhlaq yang mulia dalam diri seseorang. Dan tahukah kita, bahwa menyebarkan salam kepada orang yang kita kenali maupun yang tidak kita kenali merupakan amalan yang paling baik? (Inilah yang banyak kita sepelekan hari ini).
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwasanya ada seseorang yang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Amalan islam apa yang paling baik?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab,
“Memberi makan (kepada orang yang butuh) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali dan kepada orang yang tidak engkau kenali.”
(HR. Bukhari no. 6236)
Dari ‘Amar bin Yasir, beliau mengatakan,
“Tiga perkara yang apabila seseorang memiliki ketiga-tiganya, maka akan sempurna imannya:
[1] bersikap adil pada diri sendiri,
[2] mengucapkan salam pada setiap orang,
dan [3] berinfak ketika kondisi pas-pasan. ”
(Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq yaitu tanpa sanad. Syaikh Al Albani dalam Al Iman mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Umar ibn Al-Khattab berkata,
“Tiga hal, yang dapat memurnikan hubunganmu dengan saudaramu
1. Memberikannya salam ketika engkau bertemu dengannya
2. Memberikannya ruang untuk duduk
3. Memanggilnya dengan panggilan yang sangat ia sukai”
Ibnu Hajar mengatakan,
“Memulai mengucapkan salam menunjukkan akhlaq yang mulia, tawadhu’ (rendah diri), tidak merendahkan orang lain, juga akan timbul kesatuan dan rasa cinta sesama muslim.”
(Fathul Bari, 1/46)
Dan menyebarkan salam inipun merupakan kebiasaan orang-orang shålih, Adalah Abdullah Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhu pergi ke pasar pada pagi hari dan berkata :
“Sesungguhnya kami pergi bertolak pada pagi hari adalah untuk menyebarkan salam, maka kami mengucapkan salam kepada siapa saja yang kami jumpai.”
Wajibnya menjawab salam
Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
“(yang artinya) Lima perkara yang wajib bagi seorang muslim atas saudaranya, menjawab salam, mendo’akan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit dan mengantarkan jenazah.”
(HR Muslim)
Dan juga sabda beliau yang lain:
Dari Abi Sa’id Al-Khudriy Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Jauhilah oleh duduk-duduk di pinggir jalan!”
Mereka (para shåhabat) berkata,
“Ya Rasulallah, kami tidak bisa meninggalkan majlis kami ini dan juga bercakap-cakap di dalamnya.”
Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Jika engkau enggan meninggalkannya, maka berilah haknya jalan.”
Mereka berkata,
“Apakah haknya jalan itu wahai Rasulallah?”
Menjawab Rasulullah,
“Mendudukkan pandangan, menyingkirkan gangguan, menjawab salam serta amar ma’rufr nahyi munkar.”
(Muttafaq ‘alaihi)
Sifat, Cara Menjawab, Tingkatan, dan Adab-adab Salam1

Sifat Salam
Imam an-Nawawi Rahimahullah berkata :
“Ketahuilah, sesungguhnya memulai salam itu adalah sunnah, dan membalasnya adalah wajib.
- Jika sang pemberi salam itu jumlahnya banyak, maka yang demikian ini merupakan sunnah kifayah atas mereka, maksudnya jika sebagian telah mengucapkan salam berarti mereka telah melaksanakan sunnah salam atas hak keseruhan mereka.
- Jika yang disalami seorang diri, maka wajib atasnya menjawabnya.
- Jika yang disalami banyak, maka menjawabnya adalah fardhu kifayah atas hak mereka, maksudnya jika salah seorang dari mereka telah menjawabnya maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya.
Namun, yang lebih utama adalah memulai memberi salam secara bersama-sama dan menjawabnya dengan bersamaan pula.”
Cara Menjawab Salam
Imam Nawawi berkata,
“Adapun cara membalas salam, lebih utama dan lebih sempurna jika mengucapkan
wa’alaikumus-Salam wa rohmatullahi wa barokatuh’,
dengan menambahkan huruf ‘wawu’ (yang mendahului kata ‘alaikum) ataupun tidak menggunakannya (membuangnya), hal ini diperbolehkan namun meninggalkan keutamaan.
Adapun meringkasnya menjadi
‘wa’alaikumus salam’
atau
‘alaikumus salam’ saja;
(Maka) sudah mencukupi.
Kemudian Beliau melanjutkan,
Sedangkan meringkasnya menjadi
‘alaikum’ saja
Menurut kesepakatan ulama’ tidaklah mencukupi.
Demikian pula dengan
‘wa’alaikum’ saja, yang diawali dengan huruf ‘wawu’
(ini pun tidaklah mencukupi -abu zuhriy).
[Abu Zuhriy: Hendaknya orang yang menjawab salam, menjawab salam serupa dengan salam yang diucapkan saudaranya atau yang lebih baik dari itu, sebagaimana akan dibahas pada pembahasan selanjutnya (yakni tingkatan salam)]
Tingkatan Salam
Salam memiliki 3 tingkatan:
1. Tingkatan yang paling tinggi, paling sempurna dan paling utama adalah
‘Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh’
2. Kemudian yang lebih rendah darinya, (yakni) ucapan:
‘Assalamu’alaikum warohmatullah’
3. Dan terakhir yang paling rendah adalah:
‘Assalamu’alaikum’.
Seorang yang mengucapkan salam (Musallim), bisa jadi mendapatkan ganjaran yang sempurna dan bisa jadi mendapatkan ganjaran di bawahnya, sesuai dengan salam yang ia ucapkan.”
Hal ini sesuai dengan kisah tentang seorang laki-laki yang masuk ke dalam masjid dan saat itu Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya sedang duduk-duduk.
Berkata lelaki tadi,
Assalamu’alaikum
Maka Nabi menjawab,
Wa’alaikumus salam, sepuluh atasmu”.
Kemudian masuk lelaki lain dan berkata,
Assalamu’alaikum warohmatullah”
Rasulullah menjawab,
Wa’alaikumus Salam warohmatullah, dua puluh atasmu”.
Tak lama kemudian datang lagi seorang lelaki sambil mengucapkan
Assalamu’alaikum warohmaatullahi wabarokatuh”,
Maka jawab Rasulullah,
Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh, tiga puluh atasmu”.
(HR Abu Dawud dan Turmudzi)
(Berkata asy-Syaikh Abdul Malik al-Qåsim:) Dan yang dimaksud (dengan) “sepuluh, dua puluh dan tiga puluh” (dalam hadits diatas -abu zuhriy) adalah kebaikan.
Adab-adab salam
1. Disunnahkan tatkala bertemu dua macam orang di jalan, yaitu orang yang berkendaraan supaya salam kepada yang berjalan kaki, yang sedikit kepada yang banyak dan yang kecil kepada yang besar.
Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Hendaklah salam bagi yang berkendaraan kepada pejalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak.”
(HR. Muslim).
2. Seyogyanya orang yang hendak memberikan salam kepada kaum muslimin dengan mengucapkan salam dan bukan dengan ucapan (selainnya).
(Seperti ucapan) ‘Selamat pagi’ atau ‘selamat datang’ ataupun ‘halo’, namun hendaknya ia memulainya dengan salam kemudian baru ia boleh menyambutnya dengan sapaan yang diperbolehkan di dalam Islam.
3. Disukai bagi seorang muslim yang akan masuk ke rumahnya, mengucapkan salam terlebih dahulu, karena sesungguhnya berkah itu turun beserta sala
Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Jika engkau hendak masuk ke rumahmu, hendaklah engkau salam, niscaya berkah akan turun kepadamu dan keluargamu.”
(HR Turmudzi).
(dan juga sabdanya:)
“Dan jika tak ada seorangpun di dalamnya, maka ucapkan, Assalamu’alainaa ‘ibaadillahish shaalihin.”
(HR Muslim).
4. Seyogyanya mengucapkan salam itu dengan suara yang dapat didengar namun tidak mengganggu orang yang mendengar dan membangunkan orang yang tidur.
Dari Miqdad Radhiallahu ‘anhu, (ia) berkata :
“Kami mengangkat untuk Nabi bagiannya dari susu, dan beliau tiba saat malam, mengucapkan salam dengan suara yang tidak membangunkan orang yang tidur dan dapat didengar oleh orang yang terjaga.”
(HR Muslim).
5. Dianjurkan untuk memberikan salam dan mengulanginya lagi jika terpisah dari saudaranya, walaupun hanya dipisahkan oleh jeda atau tembok.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda,
“Jika seorang di antara kalian bertemu dengan saudaranya, hendaknya ia memberinya salam, dan jika terpisah antara keduanya oleh pohon, tembok ataupun batu besar lalu bertemu kembali, hendaknya kalian mengucapkan salam lagi padanya.”
(HR Abu Dawud).
6. Banyak para ulama’ memperbolehkan seorang lelaki mengucapkan salam kepada seorang wanita, dan sebaliknya, selama aman dari fitnah, sebagaimana seorang wanita mengucapkan salam kepada mahramnya, maka wajib juga atasnya untuk menjawab salam dari mereka.
Demikian halnya seorang laki-laki kepada mahramnya wajib atasnya menjawab salam dari mereka. Jika ia seorang ajnabiyah (wanita bukan mahram), maka tidaklah mengapa mengucapkan salam kepadanya ataupun membalas salamnya jika wanita tersebut yang mengucapkan salam, selama aman dari fitnah, dengan syarat tanpa bersentuhan tangan/jabat tangan dan mendayu-dayukan suara.
7. Dari apa-apa yang tersebar di tengah-tengah manusia adalah menjadikan salam itu berbentuk isyarat atau memberi tanda dengan tangan.
Jika seseorang yang mengucapkan salam itu jauh, maka mengucapkan salam sambil memberikan isyarat tidaklah mengapa, selama ia tidak dapat mendengarmu, karena isyarat ketika itu menjadi penunjuk salam dan tak ada pengganti selainnya, juga demikian dalam membalasnya.
8. Dianjurkan bagi orang yang duduk mengucapkan salam ketika ia hendak berdiri dari majlisnya.
Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jika kalian mendatangi suatu majlis hendaklah salam, dan jika hendak berdiri seyogyanya juga salam, dan tidaklah yang pertama itu lebih berhak dari yang terakhir”.
(HR. Abu Dawud)
9. Disunnahkan berjabat tangan ketika salam dan memberikan tangannya ke saudaranya.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tidaklah bertemu dua orang muslim kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosanya sebelum berpisah”.
(HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
10. Menunjukkan wajah yang ceria, bermanis muka dan tersenyum ketika salam.
Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Senyummu pada saudaramu itu sedekah”,
dan sabdanya pula,
“Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun hanya bermanis muka terhadap saudaramu”.
(HR. Muslim)
11. Disunnahkan memberi salam pada anak-anak
Sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melakukannya, dan yang demikian ini adalah suatu hal yang menggembirakan mereka, menanamkan rasa percaya diri dan menumbuhkan semangat menuntut ilmu di dalam hati mereka.
12. Tidak diperbolehkan memulai salam kepada orang kafir
Sebagaimana dalam sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Janganlah mendahului Yahudi dan Nasrani dengan ucapan salam, jika engkau menemui salah seorang dari mereka di jalan, desaklah hingga mereka menepi dari jalan”.
(HR. Muslim)
dan bersabda pula Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Jika ahli kitab memberi salam padamu maka jawablah dengan wa’alaikum”
(Mutafaqqun alaihi).
Berkata asy-Syaikh Abdul Malik al-Qåsim:
Maka hidupkanlah -wahai hamba Allah!- sunnah yang agung ini di tengah-tengah kaum muslimin agar lebih mempererat hati-hati kalian dan menyatukan jiwa-jiwa kalian serta untuk meraih ganjaran dan pahala di sisi Allah!
[Sifat salam nabiy oleh asy-Syaikh Abdul Malik al-Qåsim, yang dialihbahasakan oleh Abu Salma dari buletin ifsya`us Salam bainakum, diterbitkan oleh Darul Wathan]
Sebarkanlah salam kepada saudaramu! (dan jawablah salam saudaramu!) tentunya dengan IKHLASH (hanya mengharapkan pahala dari Allåh) dan juga TULUS, salah satu bentuk tulus disini yakni dengan TIDAK BAKHIL dalam menyebarkan/menjawab-nya, yakni dengan tidak menyingkatnya baik dengan lisan (seperti SAMLEKUM, atau jawaban “KUM SALAM“; yang tidak jelas maknanya), ataupun tidak menyingkatnya dengan tulisan (seperti “ass“, “asskm“, “asslmkm“, dll.)
Semoga bermanfa’at
Artikel AbuZuhriy – http://abuzuhriy.com/?p=489
Catatan Kaki
  1. Dinukil dari sifat salam nabiy, oleh asy-Syaikh Abdul Malik al-Qåsim, Dialihbahasakan oleh Abu Salma dari buletin ifsya`us Salam bainakum, diterbitkan oleh Darul Wathan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

" resent post "