Kamis

PERKARA YANG DIWAJIBKAN DAN DISUNNAHKAN UNTUK BERWUDHU



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Hal -hal yang diwajibkannya berwudhu :
(1) Shalat

Dari Ibnu Umar radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Laa tuqbalu shalaatun bighairi thuHuurin” yang artinya “Tidak diterima shalat yang dilakukan tanpa bersuci” (HR. Muslim no. 224 dan At Tirmidzi no. 1)


(2) Thawaf di Baitullah

Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Thawaf di Baitullah adalah shalat. Hanya saja Allah menghalalkan bicara di dalamnya” (HR. At Tirmidzi no. 967, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahiih al Jaami’ush Shaghiir)

Sedangkan Perkara yang disunnahkan wudhu di dalamnya :
(1) Berdzikir kepada Allah Ta’ala

Berdasarkan hadits al Muhajir bin Qunfudz. Dia mengucapkan salam kepada Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam yang sedang berwudhu. Beliau tidak menjawab salamnya sehingga menuntaskan wudhunya. Lalu Beliau ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menjawabmu, hanya saja aku tidak suka menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci” (HR. Abu Dawud no. 17, Ibnu Majah no. 350 dan lainnya, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahiih Sunan Ibni Majah no. 280)

(2) Ketika hendak tidur

Dari al Barra’ bin ‘Azib, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Jika engkau mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah sebagaimana engkau berwudhu untuk shalat” (HR. al Bukhari no. 6311 dan Muslim no. 2710)

(3) Junub dan ingin mengulangi jima’

Dari Aisyah, ia berkata,

“Jika Nabi junub dan ingin makan, minum, atau tidur, beliau berwudhu sebagaimana berwudhu untuk shalat” (HR. Muslim no. 305, An Nasa-i I/138 dan Abu Dawud no. 221)

Dari Abu Sa’id, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Jika salah seorang diantara kalian telah mendatangi istrinya dan ingin mengulangi, maka hendaklah ia berwudhu” (HR. Muslim no. 308, Abu Dawud no. 217, At Tirmidzi no. 141, An Nasa-I I/142 dan Ibnu Majah no. 587)

(4) Sebelum Mandi Wajib

Dari Aisyah, ia berkata,

“Jika Rasulullah mandi junub, beliau memulainya dengan membasuh kedua tangannya. Kemudian beliau kucurkan air dari tangan kanan ke tangan kirinya, lantas membasuh kemaluannya, lalu berwudhu sebagaiman berwudhu untuk shalat” (HR. Muslim no. 316)

(5) Makan makanan yang tersentuh api

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Berwudhulah karena memakan, makanan yang tersentuh api” (HR. Muslim no. 352 dan An Nasa-i I/105)

Namun perintah ini mengandung makna sunnah, berdasarkan hadits ‘Amr bin Umayyah adh Dhamri, dia berkata,

“Aku melihat Nabi mengiris paha kambing. Beliau kemudian makan sebagian darinya lalu mengumandangkan seruan untuk shalat. Beliau berdiri dan meletakkan pisau lantas shalat dan tidak berwudhu” (HR. Muslim no. 355 dan lainnya)

(6) Tiap kali berhadats (setiap saat)

Dari Buraidah, ia berkata,

“Pada suatu pagi Rasulullah memanggil Bilal dan berkata, ‘Wahai Bilal dengan apa engkau mendahuluiku ke surga ? Kemarin malam aku masuk surga dan kudengar suara gerakanmu di depanku’, Bilal berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidaklah aku adzan kecuali aku shalat dua raka’at. Tidaklah aku berhadats melainkan aku berwudhu saat itu juga’, Rasulullah berkata, ‘Karena inilah’” (HR. At Tirmidzi no. 3772, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahiih al Jaami’ush Shaghiir no. 7894)

(7) Membawa mayit

Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa memandikan mayat hendaklah ia mandi, dan barangsiapa membawanya, maka hendaklah berwudhu” (HR. At Tirmidzi no. 998 – dengan maknanya dan lainnya, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Ahkamul Janaa-iz hal. 53)

Secara sepintas, perintah itu mengandung arti wajib. Hanya saja tidak dikatakan demikian karena adanya hadits Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Jika kalian memandikan mayit kalian, maka tidak wajib bagi kalian untuk mandi, karena mayit kalian tidaklah najis. Cukuplah kalian membasuh kedua tangan kalian” (HR. Al Baihaqi III/398, lihat Ahkamul Janaa-iz hal. 53 oleh Syaikh Albani)

Maraji’:

Panduan Fiqh Lengkap Jilid 1, Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi Al Khalafi, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Jumadil Akhir 1426 H/Juli 2005 M.

Semoga Bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

" resent post "