Jumat

ketika ROSULULLOH tersenyum


                                                      بسم الله الرحمن الرحيم


" Allahumma sholli 'ala Muhammad wa 'ala Aali Muhammad
Kama Shollayta 'ala Ibrahiim wa 'ala Aali Ibrahiim
Innaka Hamidun Majiid. Allahumma Baarik 'ala Muhammad
wa 'ala Aali Muhammad Kama Baarakta 'ala Ibrahiim.
Wa Aali Ibrahiim Innaka Hamidun Majiid.

 
SAAT menikahkan puteri bungsunya, Sayyidah Fatimah Az Zahrah, dengan sahabat Ali bin Abi Thalib, Baginda Nabi Muhammad sholallohu alaihi wa sallam tersenyum lebar. Itu merupakan peristiwa yang penuh kebahagiaan.

Hal serupa juga diperlihatkan Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam pada peristiwa Fathu Makkah, pembebasan Makkah, kerana hari itu merupakan hari kemenangan besar bagi kaum muslimin. “Hari itu adalah hari yang penuh dengan senyum panjang yang terukir dari bibir Rasulullah s.a.w. serta bibir seluruh kaum muslimin.” tulis Ibnu Hisyam dalam kitab As Sirah Nabawiyyah.

Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam adalah peribadi yang lembut dan penuh senyum. Namun, beliau tidak memberi senyum kepada sembarang orang. Demikian istimewanya senyum Rasul hingga Abu Bakar dan Umar, dua sahabat utama beliau, sering terkejut dan memperhatikan erti senyum tersebut.

Misalnya mereka hairan melihat Rasul tertawa saat berada di Muzdalifah di suatu akhir malam. “Sesungguhnya Tuan tidak biasa tertawa pada saat seperti ini,” kata Umar. “Apa yang menyebabkan Tuan tertawa?” Pada saat seperti itu, akhir malam, Nabi biasanya berdoa dengan khusyuk. Menyedari senyuman beliau tidak sembarangan, bahkan mengandung makna tertentu, Umar berharap, “Semoga Allah menjadikan Tuan tertawa sepanjang umur.”

Atas pertanyaan di atas, Rasul menjawab, “Ketika iblis mengetahui bahawa Allah mengabulkan doaku dan mengampuni umatku, dia memungut pasir dan melemparkannya atas kepalanya, sambil berseru, ‘Celaka aku, binasa aku!’ Melihat hal itu aku tertawa.” (HR Ibnu Majah)

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menulis, apabila Rasul dipanggil, beliau selalu menjawab, “Labbaik”. Ini menunjukkan betapa beliau sangat rendah hati. Begitu pula, Rasul belum pernah menolak seseorang dengan ucapan “tidak” bila diminta sesuatu. Bahkan ketika tak punya apa-apa, beliau tidak pernah menolak permintaan seseorang. “Aku tidak mempunyai apa-apa,” kata Rasul, “Tapi, belilah atas namaku. Dan bila yang bersangkutan datang menagih, aku akan membayarnya.”

Banyak hal yang bisa membuat Rasul tertawa tanpa diketahui sebab musababnya. Hal itu biasanya berhubungan dengan turunnya wahyu Allah. Misalnya, ketika beliau sedang duduk-duduk dan melihat seseorang sedang makan. Pada suapan terakhir orang itu mengucapkan. “Bismillahi fi awalihi wa akhirihi.” Saat itu beliau tertawa. Tentu saja orang itu kehairanan.

Kehairanan itu dijawab beliau dengan bersabda, “Tadi aku lihat setan ikut makan bersama dia. Tapi ketika dia membaca basmalah, setan itu memuntahkan makanan yang sudah ditelannya.” Rupanya orang itu tidak mengucapkan basmalah ketika mulai makan.

Suatu hari Umar tertegun melihat senyuman Nabi. Belum sempat dia bertanya, Nabi sudah mendahului bertanya, “Ya Umar, tahukah engkau mengapa aku tersenyum?” “Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” jawab Umar. “Sesungguhnya Allah memandang kepadamu dengan kasih sayang dan penuh rahmat pada malam hari Arafat, dan menjadikan kamu sebagai kunci Islam,” sabda beliau.

Kesaksian Anggota Tubuh

Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam bahkan sering membalas sindiran orang dengan senyuman. Misalnya ketika seorang Baduwi yang ikut mendengarkan taushiyah beliau tiba-tiba menyelang, “Ya Rasul, orang itu pasti orang Quraisy atau Anshar, kerana mereka gemar bercocok tanam, sedang kami tidak.”

Saat itu Rasul tengah menceritakan dialog antara seorang penghuni syurga dan Allah Subhanahu wata'ala yang mohon agar diizinkan bercocok tanam di syurga. Allah Subhanahu wata'ala mengingatkan bahawa semua yang diinginkannya sudah tersedia di syurga.

Kerana sejak di dunia punya hobi bercocok tanam, ia pun lalu mengambil beberapa biji-bijian, kemudian ia tanam. Tak lama kemudian biji itu tumbuh menjadi pohon hingga setinggi gunung, berbuah, lalu dituaikan. Lalu Allah Subhanahu wata'ala berfirman. “Itu tidak akan membuatmu kenyang, ambillah yang lain.”

Ketika itulah si Baduwi menyelang, “Pasti itu orang Quraisy atau Anshar. Mereka gemar bercocok tanam, kami tidak.” Mendengar itu Rasul tersenyum, sama sekali tidak marah. Padahal, beliau orang Quraisy juga.

Suatu saat justeru Rasulullah yang bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian mengapa aku tertawa?.” “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu,” jawab para sahabat. Maka Rasul pun menceritakan dialog antara seorang hamba dan Allah Subhanahu wata'ala. Orang itu berkata, “Aku tidak mengizinkan saksi terhadap diriku kecuali aku sendiri.” Lalu Allah Subhanahu wata'ala menjawab, “Baiklah, cukup kamu sendiri yang menjadi saksi terhadap dirimu, dan malaikat mencatat sebagai saksi.”

Kemudian mulut orang itu ditutup supaya diam, sementara kepada anggota tubuhnya diperintahkan untuk berbicara. Anggota tubuh itu pun menyampaikan kesaksian masing-masing. Lalu orang itu dipersilakan untuk mempertimbangkan kesaksian anggota-anggota tubuhnya. Orang itu membentak, “Pergi kamu, celakalah kamu!” Dulu aku selalu berusaha, berjuang, dan menjaga kamu baik-baik,” katanya.

Rasulullah pun tertawa melihat orang yang telah berbuat dosa itu mengira anggota tubuhnya akan membela dan menyelamatkannya. Dia mengira, anggota tubuh itu dapat menyelamatkannya dari api neraka. Tapi ternyata anggota tubuh itu menjadi saksi yang merugikan, kerana memberikan kesaksian yang sebenarnya. (HR Anas bin Malik).

Hal itu mengingatkan kita pada ayat 65 surah Yasin, yang maknanya, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka, dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Moga ada manfaat...                                والله اعلم

Sumber : Dari Guru Al Ustadz Al Habib Sholeh bin Ahmad Al Aydrus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

" resent post "